Lapas Perempuan Palangka Raya Relokasi Dua WBP Demi Dukungan Penyelidikan BNN

<p>Humas Lapas Perempuan Palangka Raya, Winnae Triae saat diwawancarai wartawan, di Lapas Perempuan Palangka Raya, Rabu (12/11/2025). (Foto : Ari)</p>
Humas Lapas Perempuan Palangka Raya, Winnae Triae saat diwawancarai wartawan, di Lapas Perempuan Palangka Raya, Rabu (12/11/2025). (Foto : Ari)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Palangka Raya – Menanggapi dugaan keterlibatan dua orang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Perempuan Kelas II A Palangka Raya (LPP) yakni berinisial R dan A terkait penangkapan tiga orang dengan barang bukti 8,3 Kilogram Sabu-Sabu dan ratusan pil ekstasi. Mendapat tanggapan serius dari Kalapas Perempuan Kelas II A Palangka Raya Hani Anggraeni melalui Humas Lapas Perempuan Palangka Raya, Winnae Triae .

Ia menegaskan komitmen mendukung penuh proses penyelidikan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Tengah, terkait dugaan keterlibatan dua warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam peredaran narkotika.

“Berdasarkan rilis BNNP dan diberitakan di berbagai media, memang ada dugaan keterlibatan dua orang WBP kami. Dalam rilis kami sendiri, kami tidak menyebutkan nama, tetapi di rilis BNN disebutkan ada dua orang berinisial R dan A,” katanya saat ditemui di Lapas Perempuan Palangka Raya, Rabu (12/11/2025).

Winnae menjelaskan, setelah pemberitaan muncul pada malam hari, keesokan paginya BNN langsung melakukan tindakan. “Sesuai arahan dari Bapak Kakanwil, Pak I Putu Murdiana, kami sepenuhnya mendukung upaya BNN. Kami sangat kooperatif, tidak ada upaya dari kami untuk menghalangi penyelidikan, karena itu merupakan proses hukum,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini proses masih dalam tahap penyelidikan oleh BNN. “Kami menghormati upaya hukum tersebut dan berkomitmen mendukung sepenuhnya. Baik Kakanwil maupun Kalapas juga telah berkoordinasi langsung dengan pihak BNN,” tambahnya.

Terkait status WBP berinisial R, Winnae menegaskan bahwa yang bersangkutan berstatus narapidana. “R saat ini merupakan warga binaan pemasyarakatan (WBP), bukan tahanan. Ia sudah berstatus narapidana untuk kasus sebelumnya. Jadi, secara hukum, dia sedang menjalani pidana di sini,” jelasnya.

Ia juga memastikan tidak ada perlakuan istimewa terhadap R. “Tidak ada perlakuan khusus dalam arti diistimewakan. Namun, sebagai narapidana, ia tetap mendapatkan hak-haknya sebagaimana WBP lain. Perlu diketahui, sekitar 90 persen penghuni Lapas adalah kasus narkotika. Jika ada pelanggaran, kami memiliki standar operasional prosedur (SOP) dan tata tertib yang berlaku untuk semua, bukan hanya untuk R,” tegasnya.

Pihak Lapas juga meningkatkan pengawasan terhadap seluruh warga binaan, terutama mereka yang menjadi perhatian BNN. Pihaknyatidak bisa memberikan sanksi apa pun sebelum ada hasil penyelidikan.

“Namun, kami meningkatkan pengawasan internal terhadap semua WBP, termasuk yang menjadi perhatian BNN. Mereka tidak diisolasi, tetapi dipisahkan dari penghuni lain untuk memudahkan pengawasan. Blok tempat mereka ditempatkan kami pisahkan dan dijaga ketat. Petugas yang masuk pun dibatasi,” ujarnya.

Ia membenarkan ada lima WBP yang sedang didalami BNN. “Benar, ada lima orang yang sedang didalami oleh BNN. Dua di antaranya disebut dalam rilis BNN dengan inisial R dan A. Mereka semua ditempatkan di dua kamar yang berdekatan dan berada dalam pengawasan khusus, Tetap dalam blok khusus, bukan di blok besar bersama penghuni lain,” katanya.

Mengenai komunikasi dengan pihak luar, karena hal tersebut masih dalam proses penyidikan BNN, pihaknya masih menghormati asas praduga tak bersalah.

“Yang jelas, selama dalam masa steril atau pengawasan khusus, R tidak diizinkan menerima kunjungan, sama seperti WBP lain yang melanggar aturan,” ucapnya.

Ia menambahkan masa pembatasan kunjungan bersifat bervariasi tergantung tingkat pelanggarannya. Ada yang 12 hari, ada juga yang lebih lama. “Untuk R, ia masih dalam masa pembatasan kunjungan,” terangnya.

Terkait kemungkinan pemindahan R ke Lapas lain, Winnae menyebut hal itu bisa saja dilakukan dengan pertimbangan hukum.

“Kemungkinan itu ada, tetapi semua harus melalui proses hukum dan pertimbangan matang. Misalnya, jika yang bersangkutan masih menjalani sidang, kami tidak bisa serta-merta memindahkan karena harus menyesuaikan dengan proses peradilan,” jelasnya.

“Kami pernah memindahkan warga binaan ke Lapas Martapura dalam kasus sebelumnya, tetapi itu pun dengan pertimbangan dan koordinasi dengan aparat penegak hukum. Jadi, rencana pemindahan bisa saja ada, namun menunggu hasil penyidikan dan keputusan hukum lebih lanjut,” lanjutnya.

Sebagai penutup, ia menegaskan langkah antisipatif telah disiapkan pihak Lapas. “Kami selalu melakukan mitigasi risiko terhadap warga binaan yang berpotensi mengulangi pelanggaran. Namun semua langkah kami tetap menunggu proses hukum selesai dan berkoordinasi dengan BNN serta instansi terkait,” tutup Winnae. (ari)