Meski 68 Kios Kosong, Pedagang Masih Kuasai Pinggir Jalan

|
<p>Plt Kepala DiskopUKMPerindag, Johny Tangkere, menggelar rapat terkait pedagang liar di Kawasan Inhutani dan Baamang. </p>

Plt Kepala DiskopUKMPerindag, Johny Tangkere, menggelar rapat terkait pedagang liar di Kawasan Inhutani dan Baamang. 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Kondisi di sepanjang Jalan Cristopel Mihing dan Jalan Sukabumi kian semrawut. Meski pemerintah telah menyediakan fasilitas pasar, para pedagang kaki lima masih memilih berjualan di pinggir jalan. Aktivitas ini terus berlangsung dan menjadi perhatian serius pemerintah daerah karena melanggar ketertiban dan aturan yang berlaku.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan (KUKMPP) Kabupaten Kotawaringin Timur, Johny Tangkere, menyayangkan kondisi ini. Ia menegaskan, pihaknya akan segera turun tangan untuk melakukan pendataan dan mengarahkan pedagang masuk ke area pasar resmi.

“Kami akan turun setelah libur nanti untuk mendata dan mengajak mereka pindah ke tempat yang semestinya. Kondisi saat ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus,” tegas Johny, Rabu (28/5/2025).

Menurutnya, keberadaan pedagang di badan jalan tidak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, tetapi juga menciptakan ketimpangan di kalangan pelaku usaha. Pedagang yang berjualan di dalam pasar dikenakan retribusi resmi, sementara yang di luar bebas dari kewajiban tersebut.

“Kami tidak melarang siapa pun berdagang, tapi harus mengikuti aturan dan menggunakan tempat yang sudah disediakan. Ini bukan hanya soal ketertiban, tapi juga keadilan,” ujarnya.

Terkait penertiban, Johny mengkritisi sikap Satpol PP yang masih menunggu surat tugas dari Bupati. Ia menilai, pelanggaran terhadap Peraturan Daerah seharusnya bisa langsung ditindak sesuai kewenangan yang ada.

“Selama ada pelanggaran perda, semestinya penindakan bisa dilakukan tanpa harus menunggu. Kita juga sudah mendapat dukungan dari Polres jika penertiban dilaksanakan,” tambahnya.

Selain soal lokasi, Johny juga mengingatkan bahwa seluruh kios milik pemerintah daerah dan tidak boleh disewakan ke pihak pribadi. Ia memastikan semua pembayaran hanya dilakukan melalui mekanisme resmi sesuai peraturan yang berlaku.

“Jangan sampai ada pungutan tidak resmi. Semua harus sesuai dengan ketentuan perda,” tegasnya.

Ia pun menyinggung masalah lain yang turut memengaruhi dinamika pasar, seperti masuknya pasokan ayam dari luar daerah. Hal ini menurutnya perlu ditangani melalui koordinasi lintas instansi agar distribusi dan harga bisa dikendalikan dari hulu.

“Kalau hanya bicara penindakan, tapi akarnya tidak dibenahi, masalahnya akan terus berulang. Ini perlu evaluasi bersama,” pungkas Johny.

Saat ini ada 68 kios di Pasar Keramat kosong. Dinas terkait berencana segera melakukan penataan dan pendataan ulang usai libur.

“Kami akan turun langsung setelah libur nanti. Pendataan belum dilakukan, padahal saya kira sudah. Kita akan undi dan tempatkan pedagang di dalam pasar karena masih ada 68 kios yang belum terisi,” kata Johny.

Ia menilai, kondisi saat ini tidak adil bagi pedagang yang sudah menempati kios resmi dan membayar retribusi. Sementara, pedagang yang berjualan di pinggir jalan bebas dari kewajiban tersebut, namun tetap mendapat ruang berjualan yang ramai pengunjung.

“Ini soal keadilan. Kami tidak melarang orang berdagang, tapi harus di tempat yang sudah ditentukan. Pedagang resmi membayar retribusi, yang di luar tidak. Itu tidak bisa dibiarkan terus-menerus,” ujarnya. (ri)