Kerusakan Hutan Makin Parah, Pemerintah Diminta Tingkatkan Pengawasan dan Restorasi
TINTABORNEO.COM, Sampit – Ketua DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Rimbun, menyampaikan peringatan keras terhadap semakin parahnya kerusakan hutan di wilayah Kotim. Penurunan tutupan hutan yang terus berlangsung dalam dua dekade terakhir disebut telah memasuki fase kritis dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis apabila tidak segera ditangani serius oleh pemerintah.
“Secara data katanya tinggal 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas Kotim. Artinya, mengacu aturan, sisa luasan hutan di Kotim berada pada batas minimum. Tapi secara faktual saya meyakini tidak lebih dari sepuluh persen sisa hutan yang ada kayunya,” tegas Rimbun, Kamis (4/12/2025).
Ia menilai angka persentase yang sering dirujuk pemerintah tidak mencerminkan kondisi di lapangan. Meski secara administratif kawasan hutan masih tercatat sekitar 30 persen, sebagian besar wilayah itu sudah kehilangan vegetasi penyangga kehidupan.
“Kalau kawasan hutan mungkin saja 30 persen, tapi tidak ada kayu sebagai penyangga kehidupan lagi, hanya statusnya saja kawasan hutan,” ujarnya.
Menurutnya, kerusakan hutan disebabkan maraknya alih fungsi menjadi lahan perkebunan tanpa diimbangi program reboisasi dan perlindungan yang memadai. Padahal berdasarkan catatan historis, pada 2003 luas hutan Kotim masih mencapai 32,5 persen atau sekitar 475 ribu hektare, namun kondisinya terus menurun akibat obral izin.
Rimbun juga menyoroti lemahnya kebijakan pusat dalam mendukung upaya perbaikan. Pada 2016, Pemkab Kotim pernah mengusulkan perlindungan dan restorasi hutan kritis seluas 68 ribu hektare, tetapi hanya 30 ribu hektare yang disetujui. Ia menyebut keterbatasan ini berdampak pada semakin meluasnya kawasan rusak yang sulit dipulihkan.
Ia menegaskan, situasi ini harus menjadi perhatian khusus seluruh pemangku kepentingan karena berkaitan langsung dengan keselamatan masyarakat. Risiko banjir, longsor, dan krisis air disebut semakin besar seiring hilangnya tutupan vegetasi.
“Pemerintah harus memperketat pengawasan kawasan hutan dan menjalankan kembali program restorasi secara serius. Idealnya minimal 40 persen wilayah Kotim harus tetap menjadi kawasan hutan untuk menjaga keseimbangan ekologis,” tandasnya.
Rimbun meminta agar pemerintah daerah dan pusat memperkuat koordinasi, menghentikan obral izin baru, dan memastikan setiap izin yang telah berjalan wajib melakukan pemulihan lingkungan secara nyata. Menurutnya, keberlanjutan ekosistem harus menjadi prioritas jika Kotim ingin terhindar dari bencana ekologis di masa depan. (ri)