Antisipasi Kemarau, DPRD Minta PDAM Siapkan Solusi untuk Teluk Sampit dan Pulau Hanaut

<p>Anggota DPRD Kotim dari Daerah Pemilihan (Dapil) II, Zainuddin. (Foto: Apri) </p>
Anggota DPRD Kotim dari Daerah Pemilihan (Dapil) II, Zainuddin. (Foto: Apri)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendesak PDAM segera menyiapkan langkah antisipatif untuk mengatasi krisis air bersih di wilayah selatan, khususnya Kecamatan Teluk Sampit dan Kecamatan Pulau Hanaut, menjelang musim kemarau tahun depan. Kebutuhan air bersih dinilai sangat mendesak mengingat setiap musim kemarau air di dua kecamatan tersebut berubah menjadi asin dan tidak layak konsumsi.

Anggota DPRD Kotim dari Daerah Pemilihan (Dapil) II, Zainuddin, menegaskan bahwa kondisi tersebut merupakan persoalan tahunan yang terus membebani masyarakat. Ia meminta PDAM tidak menunggu puncak kemarau untuk bertindak, tetapi menyiapkan solusi sejak dini.

“Kalau sudah musim kemarau, air di Teluk Sampit dan Pulau Hanaut menjadi asin sehingga tidak bisa dikonsumsi. Ini sudah jadi problem besar setiap tahun, dan masyarakat tidak punya pilihan lain,” ujar Zainuddin, Senin (1/12/2025).

Ia menyarankan agar PDAM menyiapkan dua opsi penanganan: penyaluran air bersih gratis selama masa kemarau atau percepatan pembangunan jaringan air dari Parebok menuju wilayah Teluk Sampit. Upaya itu diminta meliputi desa Sawang, Regei Lestari, Kuin, hingga Lempuyang.

“Sebelum kemarau datang, PDAM harus menyiapkan solusi. Bisa dengan menyuplai air gratis atau mempercepat sambungan jalur jaringan air bersih ke desa-desa tersebut,” tegasnya.

Selain Teluk Sampit, ia menyoroti Pulau Hanaut yang dinilai menghadapi situasi lebih berat karena terdiri dari 14 desa yang seluruhnya sangat bergantung pada pasokan air layak konsumsi. Saat ini masyarakat hanya mengandalkan air hujan dan pembelian air galon dengan biaya tinggi.

“Kalau masyarakat terus membeli air bersih, pengeluaran mereka semakin tinggi. Ini sangat kasihan, karena air bersih adalah kebutuhan dasar,” tuturnya.

Pembangunan sumur bor disebut dapat menjadi alternatif, namun membutuhkan biaya besar karena kedalaman sumur diperkirakan mencapai 120–150 meter. Hingga kini, belum terlihat langkah nyata dari PDAM untuk menyelesaikan masalah ini.

“Selama ini masyarakat hanya mendapat bantuan air sesekali dari organisasi, PMI, atau BPBD. Penanganan seperti ini tidak bisa hanya sesaat. Harus ada solusi jangka panjang,” tambahnya.

Zainuddin mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh dibiarkan terus menghadapi kesulitan air bersih, terutama saat musim kemarau. Bila jaringan PDAM belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat, ia meminta PDAM mendistribusikan air bersih dengan mobil tangki secara berkala ke desa-desa terdampak.

“Kita berharap beberapa tahun ke depan masalah ini selesai. Tapi kalau jaringan PDAM belum ada juga, maka PDAM harus menyuplai air melalui tangki ke beberapa kecamatan dan desa,” pungkasnya. (ri)