Angka Kemiskinan Kotim Naik, Dewan Sebut Perlu Strategi Terpadu dan Fokus

<p>Anggota Fraksi PAN DPRD Kotim, Eddy Mashami. (Foto: Apri) </p>
Anggota Fraksi PAN DPRD Kotim, Eddy Mashami. (Foto: Apri)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Kenaikan angka kemiskinan di Kabupaten Kotawaringin Timur dari 5,66 persen menjadi 5,84 persen atau bertambah 0,17 persen poin berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2025 menjadi perhatian serius. Kondisi ini menuntut strategi dan program penanggulangan kemiskinan yang lebih terpadu, terarah, dan berkelanjutan.

Anggota Fraksi PAN DPRD Kotim, Eddy Mashami menyampaikan peningkatan angka kemiskinan tersebut menunjukkan bahwa upaya yang selama ini dijalankan masih perlu dipertajam serta dievaluasi secara menyeluruh. 

Berdasarkan Peraturan Bupati Kotim Nomor 11 Tahun 2022 tentang Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah Tahun 2021–2026, langkah penanganan seharusnya difokuskan pada strategi yang jelas dan terukur.

“Strategi penanggulangan kemiskinan pada dasarnya bertumpu pada tiga pilar utama,” kata Eddy, Rabu (17/12/2025).

Ia menjelaskan pilar pertama adalah pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui perlindungan sosial. Langkah ini menjadi upaya jangka pendek dan menengah agar masyarakat miskin tidak semakin terpuruk serta kebutuhan dasar tetap terpenuhi.

Optimalisasi bantuan sosial menjadi kunci, terutama melalui sinkronisasi data. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan data sasaran kemiskinan ekstrem berbasis musyawarah desa atau kelurahan harus benar-benar selaras agar bantuan tepat sasaran. Penerima juga harus dipastikan memperoleh bantuan reguler seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, hingga bantuan khusus seperti BLT, subsidi energi, dan bantuan iuran JKN.

Selain itu, perbaikan layanan dasar juga perlu mendapat perhatian serius, terutama peningkatan akses dan kualitas pendidikan serta layanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin. Perbaikan sarana dasar seperti air bersih, sanitasi layak, serta rumah tidak layak huni melalui berbagai program pemerintah juga menjadi bagian penting dari upaya ini.

Pilar kedua adalah peningkatan pendapatan dan produktivitas masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi. Langkah jangka menengah dan panjang ini bertujuan memutus rantai kemiskinan dengan mendorong kemandirian ekonomi masyarakat.

Program pelatihan vokasi dan peningkatan keterampilan kerja perlu disesuaikan dengan potensi daerah, seperti sektor pertanian dan perkebunan, perikanan, pariwisata, maupun industri hilir. Program padat karya yang melibatkan masyarakat miskin lokal dalam pembangunan infrastruktur desa dan daerah juga dinilai efektif.

Penguatan usaha mikro dan kecil harus diiringi dengan penyediaan akses permodalan, bantuan peralatan produktif, serta pendampingan kewirausahaan. Peningkatan akses pasar dan digitalisasi promosi produk lokal menjadi langkah penting agar usaha masyarakat mampu berkembang. Akses terhadap lahan dan sumber daya produktif, seperti bibit, benih ikan, dan pupuk, juga perlu difasilitasi secara berkelanjutan.

Pilar ketiga adalah penciptaan lingkungan pembangunan yang inklusif melalui kebijakan dan kelembagaan. Kebijakan daerah harus mampu mengakomodasi kepentingan kelompok miskin, termasuk pengendalian arus urbanisasi dan mobilitas penduduk.

Tingginya mobilitas penduduk dari luar daerah yang mencari penghidupan dengan pendapatan di bawah standar turut memengaruhi angka kemiskinan. Karena itu, diperlukan kebijakan yang menyeimbangkan peluang kerja, mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja lokal, serta mendorong investasi padat karya dengan upah sesuai ketentuan.

Penguatan peran dan koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan hingga tingkat desa juga menjadi hal penting. Program lintas sektor harus terkonvergensi agar tidak terjadi tumpang tindih bantuan, serta perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk mengukur dampak nyata terhadap penurunan angka kemiskinan.

“Sebagai langkah mendesak, validasi dan sinkronisasi data kemiskinan harus menjadi prioritas utama. Data dari Disdukcapil, DTKS, dan hasil pendataan lapangan perlu disatukan agar program bantuan dan pemberdayaan benar-benar menyentuh masyarakat yang membutuhkan,” ungkapnya.

Selain itu, fokus penghapusan kemiskinan ekstrem harus diarahkan pada konvergensi program yang mampu menekan beban pengeluaran sekaligus meningkatkan pendapatan. Pemberdayaan berbasis potensi lokal, seperti sektor perkebunan sawit, pertanian, dan pariwisata, dinilai menjadi kunci agar masyarakat miskin di Kotim dapat bangkit secara berkelanjutan. (ri)