Pelajar Rentan Jadi Korban Bullying Verbal, Disdik Kotim Ambil Langkah Pencegahan

<p>Kepala Disdik Kotim, Muhammad Irfansyah. (Foto: Apri) </p>
Kepala Disdik Kotim, Muhammad Irfansyah. (Foto: Apri)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyoroti meningkatnya potensi perundungan atau bullying verbal di lingkungan sekolah. 

Kepala Disdik Kotim, Muhammad Irfansyah, mengingatkan bahwa bentuk perundungan ini kerap dianggap hal biasa, padahal dampaknya dapat melukai mental dan psikologis anak.

“Fenomena perundungan verbal rawan terjadi di sekolah, dan banyak yang menganggapnya sekadar candaan. Padahal ucapan yang menyinggung perasaan bisa membuat anak mengalami gangguan psikologis bahkan trauma,” ujar Irfansyah, Jumat (7/11/2025).

Ia menjelaskan, bullying verbal merupakan jenis kekerasan yang paling sering terjadi di sekolah. Bentuknya bisa berupa ejekan, hinaan terhadap orang tua, atau pemberian julukan yang merendahkan teman.

“Meski hanya berupa ucapan, dampaknya bisa besar. Ada siswa yang menjadi tertutup, menurun semangat belajarnya, bahkan kehilangan kepercayaan diri,” tambahnya.

Menurut Irfansyah, ketidaksadaran dalam berbicara kerap membuat seseorang tidak menyadari bahwa ucapannya telah menyakiti perasaan orang lain. Karena itu, sekolah diminta lebih aktif dalam membangun kesadaran siswa untuk menjaga etika berkomunikasi.

“Beberapa kasus perundungan verbal memang sempat ditemukan di sekolah, namun bisa diselesaikan secara baik melalui pendekatan sekolah dan guru pembimbing,” jelasnya.

Sebagai langkah konkret, Disdik Kotim telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Tindakan Kekerasan di seluruh sekolah. Tim ini bertugas memantau potensi kekerasan dan memberikan pembinaan agar kasus serupa dapat dicegah sejak dini.

“Tim ini berfokus pada pencegahan. Jika ada kasus yang mengarah pada tindak pidana, kami akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan dinas terkait,” tegas Irfansyah.

Ia berharap semua pihak, baik guru, orang tua, maupun siswa, dapat saling bekerja sama menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari kekerasan.

“Sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi anak-anak. Tidak boleh ada lagi ucapan atau tindakan yang merendahkan sesama,” pungkasnya. (ri)