Komisi II DPRD Kotim Minta Kasus Dugaan Penipuan oleh Ketua BUMDes Segera Diproses
TINTABORNEO.COM, Sampit – Komisi II DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) mendesak kepolisian segera memproses laporan dugaan penipuan dalam kerja sama jual beli gabah yang diduga dilakukan Ketua BUMDes Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit. Kasus tersebut menimbulkan kerugian besar bagi korban bernama Sahamudin, dengan nilai mencapai sekitar Rp530 juta dan dinilai mencoreng nama baik BUMDes.
Ketua Komisi II DPRD Kotim, Akhyannor, menegaskan bahwa dugaan penyalahgunaan jabatan oleh ketua BUMDes berinisial MA itu sangat merugikan masyarakat. Ia meminta penyidik bergerak cepat agar kasus tidak menimbulkan keresahan di kalangan warga, khususnya petani di wilayah selatan Kotim.
“MA ini mengatasnamakan BUMDes sehingga korban percaya. Padahal kerja sama itu murni untuk kepentingan pribadi, bukan untuk BUMDes. Ini jelas mencoreng citra BUMDes Lampuyang,” tegas Akhyannor, Senin (15/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa kerja sama jual beli gabah yang dimulai sejak Mei 2025 sempat berjalan baik. Namun, permasalahan muncul pada pengiriman gabah periode Agustus–September 2025. MA tidak membayarkan hasil penjualan kepada korban dengan alasan belum menerima dana dari Bulog.
Korban kemudian mengecek langsung ke Bulog dan mendapati bahwa seluruh pembayaran telah ditransfer ke rekening pribadi MA. Sebab, kontrak kerja sama yang berlaku ternyata dilakukan langsung antara MA dan Bulog, bukan melalui BUMDes Lampuyang.
Selain kerugian pokok mencapai Rp530 juta, MA juga belum mengganti biaya penggilingan padi sebanyak tiga kali senilai Rp3,5 juta, Rp5 juta, dan Rp27 juta.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polsek Jayakarya Samuda melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/3/X/2025/SPKT/POLSEK_JAYAKARYA_SAMUDA/POLRES_KOTIM/POLDA_KALTENG. MA diduga melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan atau perbuatan curang.
Akhyannor menilai kasus ini sangat sensitif karena terjadi di wilayah sentra pertanian. Ia mengingatkan bahwa praktik seperti ini dapat mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat desa.
“Kalau dibiarkan, dampaknya bisa buruk terhadap ketahanan pangan di wilayah selatan. Kepercayaan masyarakat terhadap BUMDes juga bisa hilang,” ujarnya. (ri)