Kesejahteraan Guru Masih Jadi PR, PGRI Kotim Harap Pemerintah Lebih Peduli
TINTABORNEO.COM, Sampit – Momentum peringatan Hari Guru Nasional ke-31 dan HUT ke-80 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tidak hanya dirayakan sebagai seremoni tahunan, tetapi juga menjadi ruang refleksi terkait kondisi kesejahteraan guru, khususnya mereka yang masih berstatus honorer.
Ketua PGRI Kotim Mahbub, menyampaikan harapan besar agar momentum ini menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama pemerintah pusat dan daerah, untuk terus memperhatikan nasib para pendidik yang hingga kini masih menghadapi ketimpangan penghasilan dan status kepegawaian.
“Dengan adanya perngatan ini, semoga guru-guru di Kotim tetap termotivasi untuk terus berinovasi, mengembangkan diri, serta menambah wawasan agar dapat menjallankan tugas utama mereka, yaitu mengajar dan mendidik,” ujar Mahbub, Sabtu 22/11/2025).
Ia menegaskan, motivasi dan profesionalisme guru tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan fasilitas dan jaminan kesejahteraan yangvmemadai.
“Kami berharap pemerintah baik pusat maupun daerah memerhatikan kesejahteraan mereka, baik dari sisi gaji maupun fasilitas pendukung dunia pendidikan,” tambahnya.
Kesetaraan penghasilan guru menjadi salah satu isu yang paling sering disuarakan oleh PGRI. Menurut Mahbub, kondisi guru di Kotim masih beragam, baik dari sisi status maupun pendapatan.
“Status guru bermacam-macam, ada ASN, PPPK, paruh waktu, dan guru honorer sekolah. Penghasilan mereka pun berbeda-beda,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan penataan penggajian masih bergantung pada regulasi pemerintah pusat. Namun secara bertahap, kata Mahbub, pemerintah daerah telah mulai mengambil langkah.
“Di Kotim, perkembangan cukup terlihat. Guru PPPK sudah mendekati seribu orang. Guru paruh waktu juga sudah mendapat honor yang lumayan, lebih dari dua juta rupiah. Lalu guru honorer sekolah yang masuk Dapodik sebagian dialihkan menjadi guru paruh waktu,” jelasnya.
Menurut Mahbub, langkah tersebut menjadi bagian dari proses penyelarasan yang dilakukan bertahap sesuai kemampuan daerah dan regulasi nasional.
Meski ada kemajuan, Mahbub mengakui masih terdapat guru yang menerima penghasilan jauh dari layak.
“Masih ada guru honorer yang penghasilannya hanya ratusan ribu rupiah,” katanya.
Hal tersebut biasanya terjadi pada sekolah yang memiliki jumlah murid sedikit, terutama di daerah pelosok.
“Karena dana BOS dihitung berdasarkan jumlah murid, kalau sekolahnya kecil dan status gurunya hanya honorer sekolah dengan SK kepala sekolah, gajinya bisa hanya Rp500 ribu sampai Rp750 ribu,” jelasnya.
Namun, ia memastikan PGRI tidak tinggal diam dan terus memperjuangkan peningkatan kesejahteraan guru dengan konunikasi rutin bersama pemerintah daerah.
“Kami berjuang bersama guru-guru di lapangan agar perlahan tetapi pasti status dan penghasilan mereka semakin baik,” tegasnya.
Mahbub menegaskan bahwa profesi guru memerlukan penghargaan yang bukan hanya berbentuk simbol, melainkan perhatian nyata.
“Guru adalah pondasi masa depan bangsa. Sudah selayaknya kesejahteraan dan hak mereka diperjuangkan. Harapan kami, momentum Hari Guru ini menjadi langkah untuk memperkuat komitmen bersama dalam meningkatkan martabat dan kualitas guru di Kotawaringin Timur.” demikian Mahbub. (dk)