Kasus Dugaan Penipuan BUMDes Lampuyang, Komisi I Tekankan Pentingnya Tertib Administrasi
TINTABORNEO.COM, Sampit – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Angga Aditya Nugraha, menyoroti kasus dugaan penipuan dalam kerja sama jual beli gabah yang menyeret oknum pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit. Kasus ini menyebabkan kerugian sekitar Rp530 juta dan menjadi peringatan bagi seluruh BUMDes agar lebih tertib dalam pengelolaan administrasi keuangan.
Angga menilai lemahnya sistem administrasi di tingkat desa menjadi salah satu pemicu terjadinya penyimpangan. Ia berharap Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) bekerja sama dengan Inspektorat untuk memperketat pembinaan sekaligus mencegah kasus serupa terulang di masa mendatang.
“Saya berharap pihak DPMD menjalin kerja sama dengan Inspektorat agar pencegahan terhadap kejadian seperti ini bisa dilakukan. Pengawasan dan pembinaan harus diperkuat,” ujarnya, Selasa (11/11/2025).
Menurutnya, dalam sistem kerja sama dengan Bulog, mekanisme administrasi keuangan seharusnya berjalan transparan dan sesuai prosedur. Setiap transaksi, baik penjualan maupun pencairan dana, wajib disertai berita acara dan melibatkan seluruh pengurus BUMDes.
“Biasanya di dalam BUMDes ada ketua, sekretaris, dan bendahara. Jadi kalau ada pencairan dana, seharusnya dilakukan rapat internal terlebih dahulu. SOP-nya memang begitu, tetapi banyak yang lalai,” jelasnya.
Ia menambahkan, kesalahan administrasi kerap terjadi karena lemahnya pemahaman aparatur desa terhadap tata kelola keuangan yang benar. Banyak desa tidak membuat berita acara saat terjadi transaksi, baik pembelian maupun penjualan, sehingga menyulitkan ketika dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat.
“Kalau tidak ada berita acara, ketika diperiksa inspektorat, mereka akan kesulitan membuktikan penggunaan dana tersebut. Padahal administrasi itu penting sebagai bentuk pertanggungjawaban,” tegasnya.
Angga juga mencontohkan, hal serupa kerap ditemukan dalam penggunaan dana desa untuk program peternakan atau pertanian. Meskipun kegiatan tersebut bernilai positif, kelalaian dalam membuat laporan dan dokumen pendukung sering menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Misalnya dalam program pembelian hewan ternak, jika ada kematian ternak, harus dibuat berita acara. Tapi banyak desa yang lalai, padahal ini sangat penting,” tambahnya.
Karena itu, pihaknya mendorong DPMD dan Inspektorat agar lebih aktif memberikan bimbingan teknis serta pendampingan administrasi kepada aparatur desa. Dengan begitu, setiap kegiatan yang bersumber dari keuangan desa bisa dipertanggungjawabkan secara transparan dan sesuai aturan.
“Harapan kami ke depan, DPMD bisa mengayomi dan memberikan pemahaman kepada aparatur desa, baik dalam pelaksanaan maupun penerapan SOP administrasi,” pungkasnya. (ri)