DAD Kotim Dukung Warga Bagendang Tengah, Desak Pemerintah dan PT GAP Tuntaskan Plasma 20 Persen

<p>Masyarakat Bagendang Tengah bersama Kades dan Damang MHU saat menyampaikan aspirasi di DAD Kabupaten Kotim, Rabu (26/11/2025). (Foto: Apri)</p>
Masyarakat Bagendang Tengah bersama Kades dan Damang MHU saat menyampaikan aspirasi di DAD Kabupaten Kotim, Rabu (26/11/2025). (Foto: Apri)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Tuntutan masyarakat Desa Bagendang Tengah, Kecamatan Mentaya Hilir Utara (MHU) terhadap realisasi plasma 20 persen dari lahan perkebunan PT Globalindo Alam Perkasa (GAP) kembali mengemuka. Didampingi kepala desa dan tokoh adat, mereka mendatangi Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), pada Rabu (26/11/2025) untuk meminta fasilitasi penyelesaian persoalan yang sudah berlarut sejak 2021.

‎Ketua Harian DAD Kotim, Gahara, menyatakan dukungan penuh dan menegaskan bahwa saat ini tidak ada lagi alasan untuk menunda pemenuhan kewajiban plasma tersebut. Ia menjelaskan bahwa lahan PT GAP kini sebagian telah dikuasai oleh PT Agrinas, sehingga tidak relevan lagi menggunakan dalih terbitnya HGU sebelum aturan plasma diberlakukan.

‎“Negara sudah mengambil alih, dan tujuannya untuk mensejahterakan rakyat sekitar. Maka hak 20 persen dari sekitar 6.000 hektare harus diberikan. Tidak ada jawaban lain,” tegas Gahara.

‎Ia meminta Pemkab Kotim segera mempertemukan pihak PT GAP dan PT Agrinas untuk memastikan batas lahan yang menjadi kewenangan masing-masing, sekaligus mencegah terjadinya gejolak di lapangan.

‎Kepala Desa Bagendang Tengah, Untung Sukardi, menyampaikan apresiasi terhadap penyambutan dan komitmen DAD Kotim dalam menindaklanjuti tuntutan warganya.

‎“Kami sangat berterima kasih. Aspirasi masyarakat kami difasilitasi dengan baik, sehingga ada harapan baru untuk mendapatkan solusi yang selama ini belum kami peroleh,” ujarnya.

‎Menurut Untung, warga telah berkali-kali mengajukan permintaan plasma namun belum pernah mendapat kejelasan dari perusahaan.

‎Sementara itu, Damang Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Rusli, mengingatkan bahwa lambannya penanganan persoalan plasma ini dapat memicu ketegangan sosial. Ia menilai, ketidakadilan mulai terasa karena perusahaan lain di wilayah yang sama sudah merealisasikan plasma untuk masyarakat.

‎“Ini sudah cukup lama dan bisa menjadi potensi konflik. Perusahaan lain sudah memberikan plasma, sementara di sini belum ada kejelasan. Kami hanya berharap masalah ini diselesaikan pemerintah daerah dan perusahaan sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tegas Rusli.

‎Rusli menegaskan bahwa lembaga adat siap membantu menjaga situasi tetap kondusif, namun penyelesaian harus segera dilakukan demi keamanan dan harmoni di wilayah adat.

‎Baik DAD, pemerintah desa, maupun lembaga adat menekankan perlunya langkah cepat dan konkret dari pemerintah daerah serta pihak perusahaan. Mereka berharap pemanggilan resmi terhadap PT GAP dan PT Agrinas dilakukan dalam waktu dekat. (ri)