Mega Investasi di Pulau Hanaut, Pemerintah Desa Diingatkan Tuntaskan Kepemilikan Lahan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Rencana investasi besar-besaran di Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim mengingatkan pemerintah desa dan kecamatan di wilayah tersebut agar segera melakukan inventarisasi data kepemilikan lahan sebelum proyek investasi dimulai.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kotim, Diana Setiawan, mengatakan langkah ini penting untuk menghindari potensi sengketa lahan ketika investor mulai melakukan pembebasan tanah.
“Saya berharap kepala desa dan camat di Pulau Hanaut segera melakukan inventarisasi kepemilikan tanah di wilayahnya. Harus jelas siapa yang punya lahan, apakah sudah bersurat atau belum, dan surat apa yang dimiliki, sertifikat, SKT, atau lainnya. Ini penting agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” tegas Diana saat diwawancarai, Senin (20/10/2025).
Saat ini, setidaknya ada tiga investor besar yang telah menyatakan minat berinvestasi di Pulau Hanaut. Dua di antaranya berfokus pada pembangunan smelter bauksit di sekitar Desa Ganepo, sementara satu lainnya berskala besar dengan rencana pengembangan kawasan industri terpadu yang mencakup pengolahan bauksit, batubara, silika, dan zirkon. Nilai investasi awal yang ditawarkan mencapai Rp50 triliun dengan potensi total hingga Rp160 triliun.
“Sampai hari ini memang ada tiga pihak yang menyatakan minat untuk berinvestasi di Pulau Hanaut. Dari tiga itu, baru satu yang sudah secara resmi mengajukan izin investasi ke Pemkab Kotim,” ujarnya.
Diana menjelaskan, investor tidak hanya berencana membangun pabrik smelter tunggal, tetapi kawasan industri lengkap dengan pembangkit listrik mandiri, hotel pekerja, serta infrastruktur pendukung lainnya.
“Mereka ingin membangun kawasan industri yang mandiri dengan fasilitas lengkap. Jadi bukan hanya pabrik, tapi satu kawasan ekonomi terpadu,” jelasnya.
Tahap saat ini masih berupa penelitian tanah dan studi kelayakan oleh pihak investor. Sosialisasi kepada masyarakat, menurut Diana, baru akan dilakukan setelah ada kepastian lokasi dan komitmen investasi yang jelas.
“Kalau sekarang masih tahap penelitian, jadi belum bisa dilakukan sosialisasi. Nanti kalau sudah ada kepastian lokasi, baru kami akan turun ke masyarakat bersama pihak terkait,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pengalaman dari kasus sengketa lahan di wilayah utara Kotim harus menjadi pelajaran penting agar masyarakat lebih siap menyambut masuknya investasi besar.
“Jangan sampai setelah investor masuk baru ribut soal lahan. Kalau data sudah rapi sejak awal, semuanya bisa berjalan lebih lancar,” ujarnya.
Diana menambahkan, jika proyek ini terealisasi, maka Pulau Hanaut akan menjadi salah satu kawasan industri terbesar di Kalimantan Tengah.
Kehadiran investasi smelter dan industri hilirisasi tersebut diyakini akan membawa dampak ekonomi besar bagi masyarakat lokal melalui pembukaan lapangan kerja, peningkatan nilai lahan, serta program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Dengan adanya investasi ini, ekonomi lokal akan bergerak, harga tanah meningkat, dan masyarakat bisa ikut merasakan manfaatnya. Tapi syaratnya, semua pihak harus siap dan tertib secara administrasi,” pungkasnya. (ri)