Dewan Ajak Dialog Kunci Penyelesaian Konflik Batas Desa
TINTABORNEO.COM, Palangka Raya – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Sudarsono, menyatakan kesiapan lembaganya untuk mengambil langkah politik dalam membantu penyelesaian sengketa batas wilayah Desa Dambung, Kabupaten Barito Timur, yang kini menjadi polemik pasca terbitnya Permendagri Nomor 40 Tahun 2018. Aturan tersebut menetapkan Desa Dambung masuk dalam wilayah administratif Kalimantan Selatan, yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat setempat.
Sudarsono menilai, pemerintah provinsi perlu menyampaikan permasalahan ini secara menyeluruh kepada pemerintah pusat, termasuk mendorong agar dilakukan revisi terhadap kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan fakta sosial dan historis di lapangan.
“Faktanya, masyarakat Desa Dambung sejak lama adalah bagian dari Kalimantan Tengah. Mereka telah tinggal secara turun-temurun di sana, baik secara sosial maupun administratif,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Ia menambahkan bahwa persoalan batas wilayah tidak bisa dipandang semata sebagai persoalan teknis atau peta, melainkan juga menyangkut identitas warga negara dan hak-hak dasar mereka, termasuk hak politik serta akses terhadap layanan publik.
“Keputusan Mendagri itu mengabaikan fakta sosial yang ada. Akibatnya, warga Desa Dambung kehilangan hak pilih dan mengalami kendala dalam mengakses berbagai layanan pemerintahan,” lanjutnya.
Menurut Sudarsono, DPRD Kalteng siap memperkuat posisi Pemprov Kalteng dengan menjalin koordinasi bersama Komisi II DPR RI dan anggota DPD RI asal Kalteng. Ia menekankan bahwa perjuangan mempertahankan hak masyarakat Desa Dambung harus dilakukan secara kolektif.
“Ini bukan perjuangan satu pihak saja. Ini harus menjadi perjuangan bersama agar kepentingan masyarakat tetap terlindungi,” tegasnya.
Dalam upaya penyelesaian administratif di tingkat pusat, koordinasi antara Gubernur Kalteng dan Bupati Barito Timur menjadi langkah strategis. Sudarsono bahkan menyebutkan kemungkinan agar permasalahan ini disampaikan langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
“Mengingat dampak sosial yang besar di masyarakat, tidak tertutup kemungkinan agar persoalan ini diangkat langsung kepada Presiden. Ini bukan sekadar soal batas wilayah, tapi menyangkut rasa keadilan bagi masyarakat di tingkat bawah,” jelasnya. (ari)