Belajar dari Seruyan, Komisi II Usul Pengelolaan Sampah Berbasis Mesin Daur Ulang

<p>Rapat kerja pembahasan RAPBD 2026 Komisi II bersama DLH Kotim, di Lantai 3 MPP, Selasa (21/10/2025). (Foto: Apri)</p>
Rapat kerja pembahasan RAPBD 2026 Komisi II bersama DLH Kotim, di Lantai 3 MPP, Selasa (21/10/2025). (Foto: Apri)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendorong pemerintah daerah agar mulai menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis teknologi modern. Usulan ini muncul setelah adanya perbandingan dengan Kabupaten Seruyan yang dinilai lebih maju dalam hal pengolahan sampah melalui penggunaan mesin pemilah dan daur ulang.

Anggota Komisi II DPRD Kotim, Zainuddin, mengatakan penanganan sampah di daerah harus dilakukan secara maksimal dan modern agar tidak kembali mendapat sanksi seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.

“Terus terang saja, saya sudah melihat langsung bagaimana Kabupaten Seruyan mengelola sampahnya. Mereka sudah menggunakan mesin pemilah yang mampu memisahkan antara sampah plastik dan sampah organik. Mesin-mesin itu berfungsi dengan baik dan hasilnya sangat terlihat,” ujar Zainuddin dalam Rapat kerja pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2026 bersama DLH Kotim, Selasa (21/10/2025).

Ia menjelaskan, sistem tersebut menghasilkan sampah yang sudah dalam bentuk pupuk dan plastik siap daur ulang, bukan lagi sampah mentah seperti di Kotim. Karena itu, ia berharap pemerintah daerah dapat mempertimbangkan pengadaan mesin serupa sebagai salah satu terobosan pengelolaan lingkungan.

“Saya sempat menanyakan harganya, dan ternyata bervariasi tergantung kapasitasnya. Ada yang Rp100 juta sampai Rp400 juta. Mesin dengan harga Rp400 juta sudah cukup baik untuk mempercepat proses daur ulang,” tambahnya.

Selain aspek teknologi, Zainuddin juga menyoroti persoalan sosial yang muncul akibat lokasi depo sampah yang berdekatan dengan pemukiman dan sekolah. Banyak warga mengeluh karena bau tidak sedap dan kondisi lingkungan yang kotor.

“Kalau depo ditutup tanpa solusi, maka sampah akan menumpuk di lingkungan masing-masing. Kita harus cari solusi agar sistem berjalan cepat dan efektif,” tegasnya.

Ia juga menyinggung bantuan alat berat seperti excavator dari pemerintah pusat yang dinilai masih terbatas kapasitasnya. Menurutnya, penambahan peralatan dan peningkatan kapasitas menjadi langkah penting agar pengelolaan sampah di Kotim lebih optimal.

Anggota Komisi II DPRD lainnya, Pardamean Gultom, menambahkan bahwa persoalan lingkungan, termasuk sampah, merupakan tanggung jawab bersama. 

Ia menilai, perlu ada kesadaran kolektif dari masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengurangan dan pengelolaan sampah.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim, Marjuki, mengakui bahwa pola lama pengelolaan sampah dengan sistem “ngumpul-angkut-buang” sudah tidak relevan. Saat ini pihaknya mulai beralih ke sistem TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan fokus utama pada pengurangan volume sampah.

“Ke depan, kami akan memastikan sistem pengelolaan berjalan 24 jam, terutama di depo besar. Harapannya, yang dibuang ke TPA hanyalah residu akhir,” kata Marjuki.

Ia menambahkan, DLH kini juga menggencarkan pembentukan Bank Sampah dan penguatan pengelolaan berbasis masyarakat. 

“Kita ingin Kotim tidak hanya bersih karena diangkut, tetapi benar-benar dikelola dan memberi manfaat ekonomi bagi warga,” pungkasnya. (ri)