Warga Mengeluh Tarif Parkir di Kawasan Stadion Sampit Tak Masuk Akal

<p>Kondisi parkir di depan stadion 29 November Sampit pada Sabtu (20/9/2025) malam. (Foto: Agus) </p>
Kondisi parkir di depan stadion 29 November Sampit pada Sabtu (20/9/2025) malam. (Foto: Agus)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Keluhan warga kembali menyeruak terkait tarif parkir di sekitar Stadion Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Pasalnya, pungutan parkir yang dikenakan oknum penjaga parkir di lapangan dinilai tidak masuk akal dan jauh melampaui aturan resmi yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda).

Pada gelaran konser musik yang berlangsung Sabtu malam (20/9/2025), sejumlah warga mengaku harus membayar tarif hingga Rp10 ribu hanya untuk kendaraan roda dua. Padahal, sesuai Perda Kabupaten Kotawaringin Timur, tarif resmi parkir kendaraan roda dua hanya Rp2 ribu.

Fitri, salah seorang warga Sampit yang datang menonton konser, mengaku terkejut saat diminta membayar Rp10 ribu oleh juru parkir di samping stadion.

“Kaget saya, parkir motor disuruh bayar Rp10 ribu. Lokasinya di samping kiri stadion. Tidak tahu kalau di lokasi lain berapa tarifnya,” kata Fitri. Minggu (21/9/2025). 

Ia menilai praktik parkir liar dengan tarif tinggi ini sangat merugikan warga dan jelas melanggar aturan yang ditetapkan pemerintah daerah.

“Kalau dulu memang kadang juga mahal, bisa Rp5 ribu, tapi ini yang paling parah. Sudah jelas tidak sesuai Perda. Saya harap dinas terkait jangan tutup mata, harus sering-sering turun cek ke lapangan. Jangan biarkan Kota Sampit tercoreng gara-gara ulah oknum nakal begini,” ujarnya.

Fenomena parkir mahal ini bukan kali pertama terjadi. Hampir setiap ada acara besar di area stadion, warga selalu menghadapi pungutan parkir yang tidak wajar. Kondisi ini sudah berlangsung lama, sehingga menimbulkan kesan bahwa praktik tersebut sengaja dibiarkan.

Menurut informasi yang dihimpun, tarif parkir liar bisa melonjak berkali-kali lipat dari ketentuan resmi. Modusnya, para juru parkir tidak memberikan karcis resmi, atau jika ada, karcis hanya dijadikan formalitas tanpa nilai sesuai perda.

Masyarakat berharap pemerintah daerah, khususnya dinas terkait, tidak hanya sekadar menerima laporan, tetapi juga turun langsung melakukan pengawasan intensif di lapangan. Penertiban dianggap perlu, agar tidak ada lagi pihak yang semena-mena menarik keuntungan di luar aturan yang berlaku. (li)