Penyakit ATM Masih Jadi Tantangan Serius di Kotim

TINTABORNEO.COM, Sampit – Penyakit AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (ATM) masih menjadi perhatian utama di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan ketiga penyakit ini masih membutuhkan pengendalian serius, meski salah satunya, malaria, sudah berstatus bebas kasus.
Kepala Dinkes Kotim, Umar Kaderi, mengatakan bahwa pemerintah daerah menaruh perhatian penuh terhadap pengendalian penyakit menular. Menurutnya, ketiga penyakit tersebut termasuk kategori yang mendapat sorotan internasional, sehingga kebijakan lokal harus sejalan dengan strategi nasional.
“Ini memang menjadi fokus perhatian pemerintah pusat, karena penyakit AIDS, TBC, dan malaria selalu menjadi sorotan dunia internasional,” ujarnya, Selasa (16/9/2025).
Umar menjelaskan, data HIV/AIDS di Kotim cenderung stagnan. Penurunan jumlah kasus tidak berarti membaiknya kondisi pasien, melainkan karena sebagian penderita meninggal dunia. Kondisi ini membuat upaya penanganan menjadi lebih kompleks, karena setiap tahun tetap saja muncul kasus baru.
“Turunnya angka penderita AIDS bukan karena sembuh, melainkan karena yang bersangkutan sudah meninggal. Sementara setiap tahun tetap saja ada kasus baru,” katanya.
Untuk tuberkulosis, Umar menyebut prevalensinya masih cukup tinggi. Hasil pemantauan menunjukkan sekitar 15 persen penduduk Kotim pernah terindikasi TBC. Upaya deteksi dini melalui skrining kesehatan gratis kini digencarkan agar lebih banyak kasus bisa segera ditangani.
“Sekarang kita gencar melaksanakan pemeriksaan kesehatan gratis, sehingga banyak kasus TBC bisa terjaring lebih dini untuk segera ditangani,” jelasnya.
Sementara itu, malaria sudah tidak ditemukan lagi di Kotim. Meski demikian, status bebas kasus bukan berarti ancaman benar-benar hilang. Umar menegaskan monitoring terus dilakukan karena masih ada potensi kasus import.
“Kita tetap melakukan monitoring agar tidak terjadi peningkatan kasus kembali. Walaupun status bebas malaria sudah kita capai, pengendalian harus berlanjut,” tegasnya.
Dari sisi pendanaan, pemerintah daerah tetap mengalokasikan anggaran khusus untuk ATM melalui APBD. Selain itu, program pencegahan terus diprioritaskan agar penanganan tidak hanya bergantung pada pengobatan.
“Ada alokasi dari APBD, ada yang khusus memang difokuskan untuk ATM, namun tanpa mengabaikan penyakit lainnya. Apalagi kita sekarang punya program skrining kesehatan gratis, sehingga upaya pencegahan lebih diutamakan,” terangnya.
Umar juga menekankan pentingnya disiplin pasien HIV/AIDS dalam menjalani terapi. Menurutnya, ketersediaan obat bukanlah persoalan utama, melainkan konsistensi pasien dalam mengonsumsi obat setiap hari.
“Obatnya tersedia. Tapi penyakit ini menyerang sistem imun, sehingga penderita harus minum obat setiap hari seumur hidup. Kalau tidak konsisten, kondisinya bisa semakin parah dan muncul penyakit penyerta lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagian besar kematian pasien HIV/AIDS terjadi karena komplikasi penyakit lain akibat daya tahan tubuh yang menurun. Karena itu, dukungan pendanaan dari pemerintah daerah maupun pusat tetap diperlukan agar layanan kesehatan bisa berkesinambungan.
“Kita pastikan anggaran tetap ada, karena ini wajib. Kami juga terus melakukan pendekatan preventif dan promotif kesehatan, agar penyakit bisa dicegah sebelum meluas,” pungkasnya. (ri)