Komisi II DPRD Kotim Desak Pemkab Segera Terbitkan Perbup Pelimpahan Kewenangan STDB

TINTABORNEO.COM, Sampit – Anggota Komisi II DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Andi Lala, mendorong Pemerintah Kabupaten Kotim untuk segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) terkait pelimpahan kewenangan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Saat ini kewenangan tersebut masih berada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Menurut Andi, sesuai surat dari Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun), kewenangan penerbitan STDB semestinya berada di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP). Pelimpahan ini dinilai penting untuk memudahkan masyarakat, khususnya petani, dalam mengurus legalitas lahan serta keberlanjutan usaha perkebunan mereka.
“Desakan ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan hasil kaji banding ke sejumlah kabupaten lain, kewenangan penerbitan STDB memang ada di Dinas Pertanian,” ujarnya, Minggu (7/9/2025).
Ia menjelaskan, di Kotim kewenangan itu sebelumnya dilimpahkan Bupati kepada DPMPTSP melalui Perbup Nomor 30 Tahun 2017. Namun, sejak April 2025, DPMPTSP telah mengembalikan kewenangan tersebut kepada Bupati seiring perubahan aturan.
Untuk menindaklanjuti hal ini, Komisi II DPRD Kotim sudah beberapa kali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan instansi terkait. Tujuannya, mencari solusi agar masyarakat tidak lagi mengalami kesulitan dalam memperoleh STDB.
Dalam RDP beberapa waktu lalu, Kepala DPMPTSP Kotim, Diana Setiawan, menegaskan bahwa Perbup Nomor 30 Tahun 2017 sudah tidak relevan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha. Karena itu, dilakukan evaluasi hingga lahir Perbup Nomor 12 Tahun 2025.
“Perbup lama tidak sesuai aturan. Maka kami lakukan evaluasi dan perubahan hingga keluar Perbup Nomor 12 Tahun 2025. Dalam aturan baru ditegaskan, penerbitan STDB bukan kewenangan DPMPTSP, melainkan dikembalikan kepada Bupati,” kata Diana.
Ia menambahkan, saat ini DPMPTSP hanya menangani penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk lahan pertanian atau perkebunan di bawah 25 hektare. Hal itu merujuk pada PP Nomor 28 Tahun 2025 yang merupakan perubahan dari PP Nomor 5 Tahun 2021.
Diana juga menilai, jika nantinya kewenangan penerbitan STDB dilimpahkan ke Dinas Pertanian, maka proses pelayanan publik akan lebih ringkas.
“Dengan begitu, satu langkah bisa dipangkas karena masyarakat cukup langsung mengurus ke Dinas Pertanian tanpa harus melalui rekomendasi tambahan,” pungkasnya. (ri)