Kewenangan Penerbitan STDB Direkomendasikan Berpindah ke Dinas Pertanian

TINTABORNEO.COM, Sampit – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bersama Komisi II DPRD Kotim menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas proses penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), Selasa (2/9/2025).
STDB sendiri merupakan dokumen resmi untuk pendaftaran sekaligus pencatatan data kepemilikan kebun rakyat.
Selama ini, kewenangan penerbitan STDB berada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Namun dalam praktiknya, pengurusan dianggap berbelit karena tetap harus melalui rekomendasi dari Dinas Pertanian sebelum dokumen tersebut ditandatangani.
Kepala DPMPTSP Kotim, Diana Setiawan, menjelaskan bahwa dasar hukum yang digunakan, yakni Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 30 Tahun 2017, sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang perizinan berusaha. Karena itu, evaluasi aturan mulai dilakukan sejak 2024. Hingga April 2025, lahir Perbup Nomor 12 Tahun 2025 yang mengembalikan wewenang penerbitan STDB ke bupati.
“Kami kembalikan wewenang itu ke bupati, dan harusnya kemudian bupati menyerahkan kembali kewenangan tersebut ke Dinas Pertanian. Jadi, harus ada perbup baru yang menegaskan bahwa penerbitan STDB berada di Dinas Pertanian, sementara PTSP hanya fokus pada penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB),” ungkap Diana.
Menurutnya, kebun rakyat dengan luas di bawah 25 hektare wajib memiliki NIB sebagai dasar legalitas usaha. Dengan demikian, kewenangan PTSP hanya sampai pada penerbitan NIB, sedangkan STDB menjadi ranah Dinas Pertanian.
“Hal ini sudah selaras dengan aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” tambahnya.
Diana menegaskan, apabila perbup baru segera disusun dan dibahas oleh Dinas Pertanian bersama pemerintah daerah, maka proses penyelesaiannya bisa rampung dalam waktu tiga bulan.
Ia optimistis pelimpahan ini akan sangat membantu masyarakat karena pengurusan STDB bisa langsung dilakukan di Dinas Pertanian.
“Selama ini, setiap pengajuan STDB yang masuk ke PTSP tetap harus disertai rekomendasi dari Dinas Pertanian. Kalau kewenangan sudah langsung di Dinas Pertanian, maka langkah koordinasi itu tidak diperlukan lagi sehingga prosesnya lebih cepat,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kotim, Akhyannoor, menyampaikan bahwa hasil RDP menghasilkan rekomendasi agar pemerintah daerah segera menertibkan regulasi baru melalui peraturan bupati.
Dengan begitu, kewenangan tanda tangan STDB dapat dilimpahkan secara penuh kepada Dinas Pertanian dan tidak lagi melalui bupati.
“Harusnya STDB ini ditangani langsung oleh Dinas Pertanian agar masyarakat lebih mudah mengurus. Kami mendorong bupati segera menyikapi hal ini supaya regulasinya cepat disesuaikan,” kata Akhyannoor.
Ia menambahkan, pemerintah daerah bersama instansi terkait juga berkolaborasi untuk mempercepat proses perubahan regulasi tersebut. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat agar aturan baru mengenai STDB bisa dipahami dengan baik.
Sosialisasi, kata Akhyannoor, sebaiknya dilakukan hingga ke tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan, sehingga masyarakat tidak lagi bingung kemana harus mengurus dokumen tersebut.
“Pemindahan kewenangan ke Dinas Pertanian ini akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Mereka bisa langsung mengurus STDB di tempat yang memang berkompeten,” tandasnya. (ri)