Fordayak Kotim Tolak KSO dari Luar Daerah, Minta Prioritaskan Masyarakat Lokal

<p>Ketua Fordayak Kotim, Audy Valent saat audiensi dengan pemerintah Kabupaten Kotim di Lantai Dua Kantor Bupati setempat, Senin (8/9/2025). (Foto: Ist) </p>
Ketua Fordayak Kotim, Audy Valent saat audiensi dengan pemerintah Kabupaten Kotim di Lantai Dua Kantor Bupati setempat, Senin (8/9/2025). (Foto: Ist)
Bagikan

TINTABORNEO.COM Sampit – Rencana pelaksanaan kerja sama operasional (KSO) di lahan perkebunan yang dikelola PT Agrinas Palma Nusantara yang menggandeng pihak luar daerah mendapat penolakan dari Dewan Pimpinan Daerah Forum Dayak (Fordayak) Kotawaringin Timur (Kotim). Ketua Fordayak Kotim, Audy Valent, menegaskan bahwa masyarakat lokal harus diprioritaskan dalam pengelolaan lahan tersebut.

Menurut Audy, kabar adanya yayasan dari Pulau Jawa yang akan dilibatkan dalam KSO tidak bisa diterima. Ia menilai langkah itu mengabaikan keberadaan koperasi dan yayasan yang sudah lama berdiri di Kotim, termasuk organisasi berbasis masyarakat dan keagamaan.

“Jadi bicara masalah KSO itu mestinya disosialisasikan dulu ke masyarakat Kotim. Mengenai yang adanya kemarin dari Pulau Jawa, dari yayasan dari Pulau Jawa, kita sangat menolak sama sekali itu. Karena apa? Di sini ada 162 koperasi, ada berbagai yayasan agama. Mestinya itu dulu yang diutamakan, terutama masyarakat sekitar kebun. Tidak bisa dikerjakan dengan orang luar. Akan ada impact nanti di belakangnya, akan ada permasalahan besar di belakang itu,” tegasnya, Senin (8/9/2025). 

Audy menambahkan, jika aspirasi masyarakat ini tidak ditanggapi, aksi besar-besaran kemungkinan akan digelar. Ia menyebut sedikitnya 23 koperasi telah menyatakan siap bergabung untuk menekan agar KSO berpihak kepada warga lokal.

“Oh jelas, kami dari berbagai, saya rasa lebih dari 23 koperasi akan melakukan aksi,” ujarnya.

Fordayak juga meminta agar pihak Agrinas, selaku pemegang kewenangan sesuai aturan pemerintah, segera melakukan koordinasi dengan lembaga legislatif dan adat di Kotim. Mekanisme penyelesaian masalah menurutnya harus melibatkan DPRD, Dewan Adat Dayak, tokoh masyarakat, tokoh ormas adat, hingga koperasi di sekitar kebun.

“Cuma Agrinas harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, dengan DPRD. DPRD akan mengundang tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh koperasi, tokoh-tokoh apa, sekitar kebun. Di situ akan ditemukan titik penyelesaian permasalahannya,” terangnya.

Ia menegaskan, pada dasarnya lahan sitaan yang dikelola melalui KSO seharusnya memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat setempat. Karena itu, Fordayak akan terus mengawal agar keputusan yang diambil tidak merugikan warga Kotim.

“Pada dasarnya lahan sitaan itu harus memberikan manfaat untuk masyarakat. Harus memberikan manfaat yang maksimal kepada penduduk atau masyarakat di sekitar kebun,” tandasnya. (ri)