Dewan Ingatkan Potensi Konflik Jika Plasma Sawit Tak Direalisasikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Anggota DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Parimus, mengingatkan pemerintah daerah agar bersikap lebih tegas terhadap perusahaan besar swasta (PBS) yang belum menunaikan kewajiban plasma 20 persen maupun program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Menurutnya, ketidakjelasan realisasi hak masyarakat bisa memicu konflik yang sulit dikendalikan.
Parimus menilai lemahnya penegakan aturan membuat masyarakat terpaksa memperjuangkan haknya sendiri. Namun, upaya tersebut kerap berujung pada masalah hukum karena dianggap melanggar aturan.
“Masalah plasma dan CSR ini muncul karena pemerintah belum menunjukkan ketegasan terhadap PBS. Akibatnya, masyarakat yang menuntut haknya sering dianggap melanggar aturan,” ujar Parimus, Kamis (25/9/2025).
Ia menyoroti persoalan plasma di Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, yang hingga kini belum tuntas. Padahal, kata dia, sekitar 95 persen warga seharusnya sudah mendapatkan bagian plasma 20 persen dari kebun inti perusahaan.
“Perjuangan masyarakat sudah berjalan. Karena itu, pemerintah wajib berdiri di pihak rakyat agar kesejahteraan benar-benar terwujud. Kalau kebijakan masih setengah hati, maka hak masyarakat hanya tinggal harapan,” tegasnya.
Legislator Dapil IV ini menyebut sengketa plasma dengan PT Bina Sawit di Telawang sebagai contoh nyata persoalan yang tak kunjung terselesaikan. Sejak 1999, warga telah menyerahkan lahan dengan janji plasma, namun hingga kini realisasi tidak pernah ada, bahkan ganti rugi lahan pun tidak diberikan.
“Kalau kondisi ini dibiarkan, konflik bisa terus berlarut. Pemerintah harus hadir dan memastikan hak rakyat dipenuhi, bukan sekadar menjadi penonton,” ujarnya.
Parimus menekankan bahwa pemerintah daerah harus menempatkan diri sebagai pelindung masyarakat. Penegakan aturan yang tegas dinilai menjadi satu-satunya jalan untuk mencegah konflik sosial meluas.
“Kalau plasma 20 persen benar-benar dijalankan, masyarakat akan merasakan manfaat langsung dari keberadaan perusahaan perkebunan di wilayah mereka,” pungkasnya. (ri)