Renovasi Sekolah Rakyat di Sampit Hampir Rampung, Apakah Kriteria Siswa Sudah Tepat?

TINTABORNEO.COM, Sampit – Harapan hadirnya kembali Sekolah Rakyat di Sampit semakin nyata. Renovasi bangunan sekolah yang digadang menjadi wadah pendidikan alternatif ini sudah hampir tuntas. Proses penyelesaian kini tinggal tahap akhir, ditargetkan siap digunakan pada akhir Agustus.
“Renovasi sudah hampir 100 persen, tinggal finishing. Paling lambat akhir Agustus harus siap pakai,” kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Hawianan saat dikonfirmasi, Rabu (27/8/2025).
Selain bangunan, kesiapan sumber daya manusia juga mulai terlihat. Kepala sekolah yang ditunjuk telah menjalani pembekalan selama sepekan di Jakarta, dan kini resmi bertugas.
“Kepala sekolahnya sudah ada dan sudah melaksanakan pembekalan satu minggu. Beberapa hari lalu mereka sudah melapor kepada saya terkait kegiatan setelah dinyatakan lulus,” jelasnya.
Tak hanya itu, para guru yang akan mengajar juga sudah dipersiapkan. Sebanyak 16 guru telah melapor kepada kepala sekolah usai mengikuti pembekalan lanjutan. Meski jumlah final tenaga pengajar yang ditempatkan masih menunggu kepastian dari Kementerian Sosial, namun target awal sudah terpenuhi.
“Jumlah guru yang sudah melaporkan ke kepala sekolah ada 16 orang. Untuk jumlah yang ditempatkan belum ada kepastian, karena pemberitahuan dari kementerian sosial juga masih belum keluar,” ujar Hawianan.
Sementara untuk peserta didik, animo masyarakat cukup tinggi. Kuota yang disediakan sudah terpenuhi, sehingga kegiatan belajar mengajar diperkirakan dapat dimulai pada pertengahan September mendatang.
Wakil Bupati Kotim Irawati cukup semangat mengukseskan sekolah Rakyat. Ia menilai kriteria penerimaan calon siswa Sekolah Rakyat perlu disesuaikan dengan kondisi riil masyarakat di daerah. Hal ini penting agar program pendidikan untuk anak dari keluarga tidak mampu benar-benar tepat sasaran.
Menurut Irawati, Kementerian Sosial menetapkan kriteria penerima program pada desil 1 dan 2 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Namun, indikator tersebut dinilai kurang relevan dengan kondisi masyarakat Kotim.
“Kalau di pusat, rumah kayu, masak pakai api, atau tidak punya MCK dianggap miskin. Tapi di Kalimantan hal itu justru sudah biasa. Rumah kayu di sini tidak otomatis berarti tidak mampu,” ujar Irawati.
Karena itu, Pemkab Kotim mengusulkan agar kriteria diperluas hingga desil 4. Dengan begitu, lebih banyak anak dari keluarga yang benar-benar membutuhkan bisa mendapatkan akses ke Sekolah Rakyat.
Irawati menegaskan, verifikasi calon siswa tidak hanya mengacu pada data nasional, tetapi juga berdasarkan pengecekan langsung di lapangan. Tim Kementerian Sosial bahkan turun untuk melihat kondisi riil keluarga calon siswa.
“Bahkan ada yang tidak tercatat di DTSEN, tapi saat dicek di lapangan memang benar-benar miskin. Itu akhirnya bisa dimasukkan,” jelasnya. (ri)