Pemkab Kotim Optimalkan Aset dan Jaga Keseimbangan Pajak Daerah

TINTABORNEO.COM, Sampit – Tanah-tanah kosong milik pemerintah daerah di Kotawaringin Timur (Kotim) tak akan lagi dibiarkan terbengkalai. Pemkab menyiapkan regulasi agar aset daerah yang belum dimanfaatkan bisa disewakan, sehingga menjadi sumber tambahan pendapatan asli daerah (PAD). Langkah ini diharapkan mampu mendongkrak penerimaan daerah tanpa harus membebani masyarakat dengan pajak baru.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kotim, Ramadansyah, menjelaskan bahwa aset pemerintah daerah selama ini ada yang digunakan dan ada pula yang tidak termanfaatkan. Untuk itu, pemerintah tengah menyusun peraturan bupati (perbup) sebagai payung hukum pemanfaatan aset. Nantinya, penyewaan akan dilakukan dengan perhitungan oleh tim aprisal agar nilai sewanya wajar.
“Daripada tanah atau bangunan kosong tidak digunakan, lebih baik disewakan kepada pihak yang ingin berusaha. Pemerintah daerah mendapat pemasukan, sementara masyarakat bisa menjalankan aktivitas usaha. Nilai sewanya ditetapkan per tahun setelah dihitung oleh tim aprisal,” jelas Ramadansyah, Senin (18/8/2025).
Ia menegaskan, sesuai regulasi, aset pemerintah daerah hanya bisa dipinjamkan antarinstansi pemerintah. Jika digunakan pihak lain, termasuk organisasi, maka wajib membayar sewa. Meski demikian, bupati memiliki kewenangan memberikan keringanan atau pembebasan dalam kondisi tertentu.
Selain pemanfaatan aset, pemerintah daerah juga menekankan pentingnya efisiensi dalam belanja anggaran. Ramadansyah menyebut prinsip efisiensi bukan sekadar memangkas anggaran, melainkan memastikan belanja benar-benar tepat sasaran sesuai visi misi bupati. Saat ini, Pemkab bersama DPRD sedang membahas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebagai dasar penyusunan RAPBD.
“Efisiensi itu artinya belanja digunakan secara tepat sasaran, sesuai indikator program dan kebutuhan masyarakat. Setelah KUA-PPAS disepakati, akan ada rapat kerja DPRD dengan OPD untuk membahas detail belanja masing-masing,” katanya.
Di sisi lain, Bappenda memastikan tidak ada lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang bisa memberatkan masyarakat. Ramadansyah mencontohkan, jika NJOP disesuaikan harga pasar, kenaikan bisa sangat tinggi, dari Rp17 ribu menjadi Rp7 juta. Namun pemerintah memberi stimulus dengan hanya menaikkan 20 persen dari harga pasar, khusus di zona bisnis tertentu seperti Ketapang dan Baamang.
“Kami tidak ingin masyarakat kaget dengan kenaikan yang terlalu tinggi. Stimulus diberikan agar penyesuaian tetap adil. Yang mengalami kenaikan hanya zona bisnis, misalnya di jalan A Yani, MT Haryono, dan HM Arsyad,” terangnya.
Menurutnya, kebijakan ini menjadi jalan tengah antara kebutuhan pemerintah untuk meningkatkan PAD dan kondisi ekonomi masyarakat.
“Dengan itu, pemerintah daerah tidak hanya berfokus pada pajak, tetapi juga mencari sumber pendapatan lain melalui optimalisasi aset yang lebih produktif,” tandasnya. (ri)