Heboh PBB Naik Drastis di Beberapa Daerah, Bapenda Pastikan PBB di Kotim Tidak Sampai Ratusan Persen 

|
<p>Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kotim, Ramadansyah saat diwawancarai, Sabtu (16/8/2025). (Foto: Apri) </p>

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kotim, Ramadansyah saat diwawancarai, Sabtu (16/8/2025). (Foto: Apri) 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memastikan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun ini tidak memberatkan masyarakat. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kotim, Ramadansyah, menegaskan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) hanya dilakukan secara terbatas dengan skema stimulus agar tidak menimbulkan lonjakan drastis.

“Alhamdulillah, di Kotim tidak ada kenaikan PBB sampai beratus-ratus persen. Kalau mengikuti harga pasar, memang bisa sangat tinggi, bahkan sampai sepuluh kali lipat. Tapi kita beri stimulus, sehingga kenaikannya hanya sekitar 20 persen dari harga pasar,” jelas Ramadansyah, Sabtu (16/8/2025).

Ia mencontohkan, jika sebelumnya PBB pada satu kawasan hanya Rp700 ribu, maka ketika NJOP disesuaikan dengan harga pasar bisa mencapai Rp7 juta. Namun dengan adanya stimulus, kenaikan tersebut ditekan agar masyarakat tidak terbebani.

“Kalau langsung mengikuti harga pasar, masyarakat pasti keberatan. Karena itu, kita turunkan dengan stimulus. Jadi kenaikan hanya sekitar 20 persen, itu pun tidak semua zona,” tambahnya.

Ramadansyah menjelaskan, penyesuaian PBB hanya berlaku untuk zona bisnis, seperti di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Kecamatan Baamang. Sementara untuk kawasan pemukiman masyarakat umum, tidak ada kenaikan signifikan.

“Zona bisnis ini contohnya di Jalan Ahmad Yani, MT Haryono, hingga Kapten Mulyono. Jadi yang terdampak kenaikan itu adalah sektor usaha, bukan rumah tinggal masyarakat biasa,” ungkapnya.

Menurutnya, perhitungan PBB sangat bergantung pada luas tanah, luas bangunan, serta klasifikasi bangunan standar maupun non-standar. Untuk kawasan bisnis, perhitungan NJOP lebih tinggi dibandingkan kawasan pemukiman.

“Kita memahami kondisi ekonomi masyarakat, jadi pemerintah tidak serta-merta menyesuaikan dengan NJOP harga pasar. Prinsipnya, penyesuaian dilakukan secara bijak agar pembangunan tetap berjalan, tapi masyarakat tidak terbebani,” tandasnya. (ri)