DPRD Kotim Kembali Gelar RDP Sengekat Lahan Warga Antang Kalang dengan Perusahaan

|
<p>Suasana RDP DPRD Kotim terkait sengketa lahan warga dengan PT Tanah Tani Lestari (TTL), di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (19/8/2025). (Foto: Apri) </p>

Suasana RDP DPRD Kotim terkait sengketa lahan warga dengan PT Tanah Tani Lestari (TTL), di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (19/8/2025). (Foto: Apri) 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengenai konflik lahan antara warga Handi Firdaus dengan PT Tanah Tani Lestari (TTL), di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (19/8/2025).

Wakil Ketua I DPRD Kotim, Juliansyah, yang memimpin jalannya rapat menjelaskan bahwa persoalan ini sejatinya sudah pernah dibicarakan pada 21 Juli lalu. Namun, karena pihak perusahaan tidak hadir, maka pertemuan kali ini digelar untuk mempertemukan kedua belah pihak secara langsung.

“Proses hukum perkara ini sudah sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung dan dimenangkan perusahaan. DPRD tidak bisa menilai sah atau tidaknya putusan itu karena kewenangannya bukan di sini,” ujar Juliansyah.

Menurut Juliansyah, permasalahan lahan seluas 22 hektare tersebut sudah lama berproses di jalur hukum, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga ke tingkat Mahkamah Agung.

“Kalau soal PK, DPRD tidak bisa menyebutnya palsu atau tidak. Itu di luar ranah kami. Yang jelas, ada dokumen resmi PK yang menjadi pegangan perusahaan. Karena itu, sikap DPRD hanya menegaskan untuk mengikuti putusan hukum yang ada,” ujarnya.

Sekretaris Komisi I DPRD Kotim, Abadi, menambahkan bahwa forum kali ini sebatas meminta penjelasan dari warga maupun perusahaan. Ia menegaskan, apabila muncul keraguan terhadap keabsahan putusan, hal tersebut harus dikonfirmasi langsung kepada lembaga peradilan terkait.

Kuasa hukum PT TTL, Meitin Alfun, menegaskan bahwa pihaknya telah menempuh seluruh proses hukum mulai dari tingkat pertama, banding, kasasi, hingga PK dan selalu dimenangkan. Ia juga mempertanyakan kedudukan hukum (legal standing) Handi Firdaus, sebab gugatan awal diajukan oleh seseorang bernama Samen.

Sementara itu, Handi Firdaus menyatakan dirinya mendapat kuasa dari Samen yang juga masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Ia menilai terdapat dugaan kejanggalan dalam dokumen PK, karena nomor perkara itu tidak tercatat di website Mahkamah Agung, namun justru muncul belakangan di PN Sampit.

Selain itu, ia menilai ada perbedaan objek sengketa. Menurut Handi, lahan yang dipersoalkan berada di Desa Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang, tetapi dalam dokumen PK adalah Desa Sungai Hanya. Hal ini, katanya, semakin menimbulkan kecurigaan adanya manipulasi.

Rapat kemudian ditutup dengan kesimpulan bahwa DPRD tidak dapat memutuskan lebih jauh perkara ini. Pihak yang masih keberatan diarahkan untuk menempuh jalur hukum resmi dengan melaporkan kepada aparat berwenang. (ri)