Dituduh Membajak Tugboat, Warga Desa Menjalin Geram!

TINTABORNEO.COM, Sampit – Warga Desa Menjalin, Kecamatan Parenggean, Kotawaringin Timur (Kotim), murka sekaligus merasa nama baik mereka tercoreng setelah beredar sebuah video di media sosial yang menyebut mereka sebagai pembajak dan pemeras awak kapal tugboat (TB). Tuduhan itu dinilai tidak berdasar, bahkan dianggap merusak kehormatan masyarakat yang tergabung dalam kelompok Pemantau Alur Desa Menjalin Bersatu.
Video yang diunggah pada Minggu (24/8) melalui akun Facebook BUSER INFO.NEWS KALIMANTAN TENGAH tersebut langsung memicu keresahan. Salah satu anggota kelompok pemantau yang enggan disebutkan namanya menegaskan, apa yang dituduhkan sama sekali tidak benar.
“Pemantau alur di Desa Menjalin sudah ada lebih dari 20 tahun. Semua berjalan dengan kesepakatan resmi yang diketahui perusahaan tugboat, perusahaan tambang, aparatur desa, kepolisian, hingga babinsa. Jadi kami ini resmi, bukan preman, apalagi pembajak,” ungkapnya saat diwawancarai melalui telepon Whatsapp, pada Selasa (26/8/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan kesepakatan, setiap kapal tugboat yang melintas wajib memberikan upah berupa 11 galon minyak kepada kelompok pemantau. Jika ada kapal yang bersandar di lahan warga, perusahaan juga menambah 2 galon minyak untuk pemilik lahan. Kesepakatan itu disebut berjalan lancar tanpa masalah hingga kini.
“Selama 20 tahun perusahaan tugboat tidak pernah keberatan, termasuk TB Prime 12. Tiba-tiba muncul video yang menyebut kami pembajak. Padahal kami bekerja sesuai aturan. Itu jelas fitnah yang merusak nama baik masyarakat Desa Menjalin,” ujarnya.
Ia menduga persoalan ini muncul akibat ulah pengurus baru dari pihak agen yang disebut bernama Anang Bravo. Nama inilah yang dikaitkan dengan keluhan dari perusahaan Prime 12.
Akibat tuduhan tersebut, warga Desa Menjalin kini menuntut pertanggungjawaban pihak kapal, termasuk kapten yang disebut dalam video. Sebagai sikap tegas, tugboat milik Prime 12 bahkan ditahan sementara hingga persoalan ini mendapat kejelasan.
Menurutnya, sistem pemantauan alur di Desa Menjalin sangat terorganisir. Saat ini terdapat 45 grup pemantau, masing-masing beranggotakan enam orang, dengan jadwal kerja bergilir sebulan sekali.
“Kalau ada yang mengaku pemantau tapi tidak punya surat tugas resmi, itu baru bisa disebut preman atau pembajak. Kami ada surat, ada kesepakatan jelas. Kalau ada pihak keberatan, silakan tempuh jalur hukum, bukan malah menyebar video fitnah,” tegasnya.
Untuk meredam tuduhan tersebut, pihak desa bergerak cepat untuk memanggil pembuat video hoax tersebut. Anang Bravo alias Anang Efendy Noor Irawan yang merupakan sumber atau pemberi informasi dalam video akhirnya buka suara setelah menuai kecaman.
“Dengan sebenar-benarnya saya meminta maaf kepada seluruh masyarakat Desa Menjalin, Kepala Desa beserta perangkat, dan keluarga saya. Viral di media sosial tentang upah warga pemantau alur itu semua tidak benar,” ucap Anang saat meminta maaf di Kantor Desa Manjalin, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotim, pada Selasa (26/8/2025).
Ia berjanji akan memperbaiki kesalahannya dengan memposting permintaan maaf di media sosial tempat video hoax itu pertama kali tersebar.
“Saya bersedia membuat permintaan maaf di media yang sama. Jika saya mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan, saya siap berhenti dari pekerjaan saya sebagai koordinator tongkang batu bara dari agen PT AMNOS di Desa Menjalin,” tegasnya.
Tak hanya itu, Anang juga menyatakan siap menerima konsekuensi hukum jika kembali menyebarkan fitnah serupa.
“Saya siap dituntut sesuai undang-undang yang berlaku. Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh, tanpa ada paksaan,” tambahnya. (ri)