Ancaman Konflik Manusia dan Buaya Meningkat, DPRD Desak Percepatan Pembangunan Taman Satwa Hanibung

|
<p>Anggota DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha saat diwawancarai. (Foto: Apri) </p>

Anggota DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha saat diwawancarai. (Foto: Apri) 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Meningkatnya potensi konflik antara manusia dan buaya di sejumlah wilayah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendorong DPRD setempat mendesak percepatan pembangunan Taman Satwa Pulau Hanibung. Proyek ini dinilai penting sebagai solusi konkret dalam mitigasi konflik satwa liar sekaligus sebagai pusat konservasi.

Anggota DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha, mengatakan bahwa keberadaan taman satwa tersebut tidak hanya penting untuk perlindungan satwa dilindungi, tetapi juga sebagai tempat penampungan dan pengamanan buaya yang sering menimbulkan keresahan masyarakat.

“Sering terjadi konflik antara manusia dan buaya di Kotim. Pembangunan Taman Satwa Hanibung ini harus dipercepat karena menjadi langkah strategis untuk merespons persoalan tersebut,” ujar Angga, Sabtu (2/8/2025).

Angga menegaskan bahwa program pembangunan taman satwa telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai salah satu program prioritas daerah. Namun hingga kini, progres pembangunannya belum menunjukkan perkembangan signifikan.

“Kami minta pemerintah serius. Ini bukan hanya proyek pelestarian, tetapi juga menyangkut keselamatan warga,” tegasnya.

Pulau Hanibung sendiri dirancang menjadi kawasan pelepasliaran satwa dilindungi hasil evakuasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah. Selain itu, taman ini akan menjadi lokasi karantina buaya hasil tangkapan, sebelum dikembalikan ke habitat atau dikelola dalam area yang aman.

Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya juga telah menyampaikan bahwa pemerintah daerah telah menyiapkan rencana anggaran untuk pengelolaan taman satwa, termasuk penyediaan pakan bagi buaya agar tidak bersikap agresif karena kelaparan.

Namun demikian, hambatan administratif terutama terkait proses perizinan dari pemerintah pusat disebut menjadi kendala utama dalam pelaksanaan pembangunan. Terakhir, pada April 2025, belum ada kejelasan lebih lanjut terkait tindak lanjut izin pembangunan kawasan tersebut.

Politisi PDIP ini pun menilai, jika dikelola secara maksimal, taman satwa ini juga berpotensi menjadi destinasi wisata edukatif berbasis konservasi serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

“Konservasi bisa berdampak ekonomi juga. Kita tidak bicara soal pelestarian saja, tapi juga peluang wisata dan kesejahteraan warga,” pungkasnya. (ri)