Risiko Karhutla Meningkat, Wilayah Selatan Paling Rawan

Pemadaman karhutla di Jalan Sudirman km. 6,8 Sampit, awal Juni lalu. (Foto : Dok TB)
TINTABORNEO.COM, Sampit – Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Timur, Multazam, mengungkapkan bahwa potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayahnya mulai mengalami peningkatan menjelang akhir Juli 2025, khususnya di daerah-daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap kebakaran.
“Memang kita berharap karhutla tahun ini bisa melandai dibanding tahun lalu. Tapi di dasarian ketiga bulan Juli ini, kita melihat mulai terjadi peningkatan pada wilayah-wilayah yang mudah terbakar. Risiko juga mulai meningkat,” ujar Multazam, Rabu (23/7/2023).
Multazam menyebutkan, luasnya cakupan wilayah menjadi tantangan tersendiri bagi BPBD dalam merespons cepat kejadian karhutla. Untuk itu, pihaknya mendapat dukungan dari Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Provinsi Kalimantan Tengah, yang telah membentuk delapan pos lapangan (poslab) bersama tim Masyarakat Peduli Api (MPA) yang sebelumnya telah menjalani pelatihan.
“Namun, kegiatan ini berjalan terpisah. Yang satu melalui MPA yang sudah terlatih, yang lainnya perwakilan desa. Tapi tujuan utamanya tetap sama, untuk meningkatkan kesiapsiagaan,” jelasnya.
Adapun daerah dengan tingkat risiko karhutla paling tinggi berada di wilayah selatan Kotim. Beberapa kawasan yang masuk zona rawan antara lain Ujung Pandaran di Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Utara, Seranau, Kotabesi, dan Cempaka Mulia Timur.
“Kalau kita bagi berdasarkan arah, wilayah selatan itu paling tinggi risikonya,” tambahnya.
Meski begitu, BPBD menilai respons masyarakat terhadap kemunculan asap kini lebih cepat dan proaktif. “Begitu ada asap, mereka langsung turun cek ke lapangan. Walaupun hanya asap pembakaran sampah, tetap dicek. Bahkan ketika ada tumpukan-tumpukan daun yang dibakar, mereka akan menegur dengan cara yang humanis,” kata Multazam.
Ia menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana, khususnya karhutla, yang tidak bisa ditangani pemerintah sendiri.
“Kesadaran masyarakat mulai tumbuh. Dan itu yang kita harapkan, karena upaya kebencanaan ini tidak bisa dilakukan sepihak. Harus ada kolaborasi semua pihak, termasuk masyarakat,” pungkasnya. (dk)