Program Transmigrasi, DPRD Kotim Ingatkan Pemerintah Pusat Perhatikan Warga Lokal

|
<p>Ketua DPRD Kotim, Rimbun. (Foto: Apri) </p>

Ketua DPRD Kotim, Rimbun. (Foto: Apri) 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Rencana pemerintah pusat untuk memperluas lokasi transmigrasi di Kalimantan Tengah mendapat perhatian serius dari Ketua DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Rimbun. Meski mendukung penuh kebijakan tersebut, Rimbun mengingatkan agar hak dan kepentingan warga lokal tetap menjadi prioritas utama.

Diketahui, di Kalimantan Tengah terdapat empat lokasi yang telah ditetapkan sebagai calon kawasan transmigrasi, sementara Kabupaten Kotim belum masuk daftar lantaran belum memenuhi syarat minimal luasan lahan, yakni 19.000 hektare. Namun demikian, Pemerintah Kabupaten Kotim telah menyiapkan empat lokasi yang direncanakan akan diajukan ke pemerintah pusat.

“Kami di daerah tentu mendukung penuh apa pun program pemerintah pusat, termasuk transmigrasi ini. Kami sepakat, sepanjang itu untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Ketua DPRD Kotim, Rimbun saat wawancarai, Rabu (9/7/2025).

Namun, ia menekankan perlunya perhatian khusus bagi masyarakat lokal agar program transmigrasi ini tidak memicu kecemburuan atau konflik sosial di kemudian hari. Menurutnya, masih banyak warga lokal yang belum memiliki kepastian hukum terkait lahan yang mereka tempati.

“Jujur saja, kami melihat selama ini warga lokal masih banyak yang belum mengantongi hak milik atau legalitas lahan, terutama di kawasan dalam hutan atau di pinggiran. Sementara, transmigran yang baru datang justru sudah langsung difasilitasi sertifikat hak milik,” jelasnya.

Rimbun mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus menata dan memberdayakan para transmigran, tetapi juga harus mengayomi masyarakat asli di wilayah setempat.

“Jangan sampai program pemerintah yang mulia ini malah memunculkan kecemburuan sosial atau permasalahan baru di daerah, khususnya di bumi Habaring Hurung yang kita cintai ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti persoalan ketidakadilan yang kerap muncul akibat penindakan yang dilakukan tim penertiban atau penegakan hukum (PKH), yang seringkali hanya menyasar masyarakat lokal dengan alasan belum memiliki dokumen lengkap.

“Selama ini, warga lokal yang dianggap tidak punya surat sering ditindak, padahal mereka sudah lama tinggal di situ. Sementara, pendatang baru sudah disiapkan hak milik. Ini yang menurut kami harus dievaluasi,” tandasnya. (ri)