Pemkab Kotim Luncurkan NIPDes, Perangkat Desa Kini Punya Nomor Identitas Resmi

TINTABORNEO.COM, Sampit – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kini resmi meluncurkan Nomor Identitas Perangkat Desa (NIPDes), sebuah inovasi untuk memperkuat sistem administrasi dan memperjelas status perangkat desa di seluruh wilayah.
Langkah ini ditandai dengan terbitnya Peraturan Bupati Kotim Nomor 19 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemberlakuan NIPDes. Sistem ini akan mempermudah pendataan dan pengawasan perangkat desa yang selama ini kerap terkendala oleh dokumen yang tidak lengkap atau tidak terarsipkan dengan baik.
“Untuk tahap awal, pendataan dilakukan di empat kecamatan, yaitu Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Kota Besi, dan Cempaga,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim Raihansyah, Jumat 25/7/2025).
NIPDes ini terdiri dari 23 digit angka unik yang memuat informasi penting seperti kode wilayah, nama desa, tahun kelahiran, tahun pengangkatan, hingga jenis kelamin perangkat. Dengan begitu, setiap perangkat desa kini memiliki identitas resmi yang tak kalah dari ASN.
“Tujuannya agar ke depan kita punya data perangkat desa yang akurat dan tidak simpang siur lagi. Ini bagian dari penguatan kelembagaan di tingkat desa,” jelas Raihan.
Selain sebagai sistem identifikasi, NIPDes juga akan memberikan perlindungan hukum dan administrasi kepada perangkat desa. Ketika terjadi pergantian kepala desa, pemberhentian perangkat tidak bisa dilakukan secara sepihak karena sudah ada rekam data yang tercatat jelas.
Saat ini, database NIPDes masih dikelola secara offline oleh DPMD Kotim. Data sedang dalam tahap pencocokan agar valid dan sesuai dengan dokumen resmi.
“Kalau nanti data sudah lengkap dan akurat, kami akan integrasikan ke website DPMD. Jadi masyarakat atau pemerintah bisa cek data perangkat desa cukup dengan klik nomor NIPDes-nya,” ujarnya.
Proses pendataan ini memang membutuhkan waktu karena melibatkan sekitar 800 perangkat dari 167 desa. Raihan menargetkan bisa menyelesaikan pendataan tiga desa setiap tiga bulan, dengan harapan pada akhir 2025 setidaknya 40 persen dari total desa sudah terdata.
“Prosesnya bertahap dan harus teliti, karena menyangkut validitas data. Tapi ini penting sebagai pijakan untuk tata kelola desa yang lebih baik dan modern,” pungkasnya. (dk)