Kotim Ditetapkan Siaga Karhutla Selama 90 Hari Mulai 1 Agustus

|
<p>Rapat koordinasi penetapan status siaga karthutla di Pusdalops Kantor BPBD Kotim, Kamis (31/7/2025). (Foto: Apri) </p>

Rapat koordinasi penetapan status siaga karthutla di Pusdalops Kantor BPBD Kotim, Kamis (31/7/2025). (Foto: Apri) 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama 90 hari, terhitung mulai 1 Agustus hingga 29 Oktober 2025. Penetapan ini disepakati dalam rapat koordinasi lintas instansi yang digelar di Pusdalops Kantor BPBD Kotim, pada Kamis, (31/7/2025).

Wakil Bupati Kotim, Irawati, yang memimpin rakor tersebut, menyampaikan bahwa peningkatan kewaspadaan penting dilakukan mengingat kemunculan sejumlah titik api di wilayah Kotim.

 “Peta hotspot menunjukkan aktivitas cukup tinggi. Laporan dari para camat juga menyebutkan kejadian di Baamang, Ketapang, Hanaut, Mentaya Hulu dan dari peta hotspot wilayah Utara juga cukup banyak,” kata Irawati.

Bahkan ia menyebutkan di Pulau Hanaut, air bersih mulai langka karena sudah asin dan payau, sehingga krisis air bersih juga perlu jadi perhatian di wilayah selatan. 

Ia mengingatkan agar kejadian karhutla besar seperti pada tahun 2019 tidak terulang. Saat itu, kabut asap pekat meluas hingga ke luar negeri. “Jangan sampai itu terjadi lagi. Rakor ini bertujuan agar kesiapan kita semakin matang dan koordinasi berjalan baik,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa parameter penanganan harus dilaksanakan dengan hati-hati. Jika hotspot terus meningkat, status bisa saja dinaikkan menjadi tanggap darurat. Namun, keputusan itu akan ditentukan dalam rapat lanjutan jika diperlukan.

“Semoga saja tidak sampai terjadi eskalasi besar dan status tanggap darurat tidak perlu diberlakukan,” pungkas Irawati

Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, menambahkan bahwa grafik titik panas selama tahun 2025 menjadi salah satu indikator penting penetapan status siaga. 

“Karena karhutla terjadi dengan cepat menyebar, apalagi banyak titik api muncul di tengah hutan, bukan di pinggir jalan. Akses air juga sulit,” ungkapnya.

Multazam menyoroti bahwa permukaan air tanah di Kotim sudah berada di bawah minus 40 cm, yang merupakan indikasi kondisi lahan gambut sangat kering dan berisiko tinggi terbakar.

“Kami telah menemukan beberapa kejadian pembakaran lahan sengaja oleh warga. Seperti di Jalan Cilik Riwut Km 5, api sudah menjalar ke dalam tanah gambut hanya karena ditinggal sebentar. Di Pandawa juga sempat terjadi hal serupa, untung bisa ditangani,” ujarnya. (ri)