Komisi III Dorong Dana Darurat untuk Pasien Miskin di Luar Jaminan BPJS

Anggota DPRD Kotim, SP Lumban Gaol.
TINTABORNEO.COM, Sampit – Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), SP Lumban Gaol, mendorong adanya skema anggaran darurat untuk menanggulangi biaya pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang tidak tercover oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, terutama saat menjalani penanganan di Unit Gawat Darurat (UGD).
Usulan tersebut muncul sebagai respons atas kondisi di lapangan, di mana banyak warga kurang mampu yang datang langsung ke rumah sakit dalam kondisi darurat, namun tidak dijamin BPJS karena tidak melalui prosedur rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
“Kadang masyarakat sakit tengah malam dan tidak sempat berpikir untuk ke faskes pertama. Mereka langsung ke UGD, tapi setelah diperiksa hanya rawat jalan, bukan opname. Maka dianggap pasien umum dan tidak dijamin BPJS. Padahal mereka ini masyarakat tak mampu yang iurannya dibayar pemda,” kata Gaol, Sabtu (5/7/2025).
Menurutnya, aturan baru dari Kementerian Kesehatan yang membatasi akses langsung ke rumah sakit membuat sebagian warga rentan mengalami kesulitan biaya, terutama jika tidak memenuhi syarat administratif klaim BPJS.
“Kalau orang mampu mungkin tidak masalah, tapi untuk masyarakat miskin, jelas memberatkan. Pemerintah daerah sudah membayar iuran BPJS mereka, tapi ketika butuh justru tidak bisa digunakan,” ujarnya.
Sebagai solusi, Gaol mengusulkan agar Pemkab Kotim mengalokasikan dana sekitar Rp2 miliar dalam APBD, khusus untuk pembiayaan pasien miskin yang tidak dijamin BPJS namun membutuhkan layanan UGD.
“Kita perlu alokasikan dulu anggarannya melalui Dinas Kesehatan. Tapi tentu harus dicari dasar hukumnya agar tidak menyalahi aturan. Dinkes juga sependapat, bahwa perlu dibuat regulasi yang tepat dan aman,” ungkap politisi Partai Demokrat tersebut.
Ia menambahkan, apabila skema bantuan tidak bisa masuk dalam APBD Perubahan 2025 karena belum adanya dasar hukum yang kuat, maka akan diperjuangkan masuk dalam APBD murni tahun berikutnya.
“Intinya, jangan sampai ada masyarakat yang tak bisa berobat karena kendala administratif. Ini soal kemanusiaan, bukan hanya soal regulasi,” tegasnya.
Gaol juga berharap, pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dan bagian hukum bisa segera merumuskan mekanisme yang memungkinkan bantuan darurat tersebut berjalan sesuai ketentuan, tanpa menabrak aturan yang berlaku. (ri)
