Kasus Karhutla Kotim Capai 15 Hektare Sejak Awal Tahun

|
<p>Kepala BPBD Kotim, Multazam saat diwawancarai. (Foto: Apri) </p>

Kepala BPBD Kotim, Multazam saat diwawancarai. (Foto: Apri) 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Sebanyak 12 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tercatat terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sejak Januari hingga pertengahan Juli 2025. Total luasan lahan yang terbakar mencapai sekitar 15 hektare.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim, Multazam, dalam rapat koordinasi lintas sektor yang berlangsung di Kantor BPBD, Kamis (31/7/2025).

“Selama kurun waktu tersebut, jumlah kejadian sebanyak 12 titik, dengan luasan lahan terbakar mencapai 15 hektare. Ini masih relatif terkendali, tetapi kita harus tetap waspada, apalagi memasuki bulan Agustus,” ujarnya.

Multazam menjelaskan, puncak musim kemarau tahun ini diprediksi terjadi pada Agustus. Meski demikian, sejumlah wilayah di Kotim masih mengalami hujan. Untuk itu, pemantauan tetap dilakukan melalui citra satelit oleh BMKG guna memperkirakan potensi karhutla secara lebih akurat.

“Kalau pertumbuhan awan memungkinkan, maka opsi modifikasi cuaca akan dipertimbangkan. Saat ini sudah ada empat wilayah yang menetapkan status siaga karhutla, yakni Palangka Raya, Gunung Mas, dan Pemerintah Provinsi Kalteng,” jelasnya.

Ia menambahkan, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, peningkatan kejadian karhutla biasanya terjadi di bulan Agustus. Namun dengan upaya pencegahan dan kesiapsiagaan yang baik, diharapkan lonjakan besar tidak terjadi tahun ini.

“Kalau pun ada satu-dua titik api yang muncul, akan langsung direspons. Tim lapangan sudah terlatih, meskipun kendala seperti keterbatasan air masih kerap dihadapi,” tegas Multazam.

Ia juga menyoroti bahaya kebakaran di lahan gambut yang lebih sulit dipadamkan dan berpotensi meluas lebih cepat. Karena itu, strategi pembatasan area sangat penting untuk mencegah penyebaran api.

Diketahui, Pemerintah Kabupaten Kotim menetapkan status siaga karhutla selama 90 hari, terhitung mulai 1 Agustus hingga 29 Oktober 2025, sebagai langkah antisipasi selama musim kemarau berlangsung. (ri)