DAD Kotim Mengecam Penolakan Pembangunan Rumah Ibadah, Serukan Toleransi Umat

<p>Ketua Harian DAD Kotim, Gahara. (Dok: Apri)</p>
Ketua Harian DAD Kotim, Gahara. (Dok: Apri)
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Gahara, menyampaikan sikap tegas menanggapi penolakan pembangunan rumah ibadah oleh sekelompok warga dan Kepala Desa di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Mentaya Hilir Utara (MHU). 

Ia menilai tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan jika rumah ibadah yang dimaksud mewakili agama yang sah dan diakui oleh negara.

“Saya sudah berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan meminta Camat MHU serta Kapolsek untuk segera turun tangan. Ini masalah yang harus cepat diselesaikan. Jangan sampai meluas, karena sudah ramai di media sosial dan mengundang reaksi dari berbagai ormas,” ujar Gahara saat diwawancarai, Senin (21/7/2025).

Menurutnya, Kotim adalah daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman dan hidup berdampingan dalam damai, sebagaimana terkandung dalam falsafah Huma Betang dan Belum Bahadat.

“Kabupaten Kotim terbuka untuk siapa saja, suku apa pun, agama apa pun, selama menjunjung tinggi adat dan nilai kearifan lokal. Kita harus ingat, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” katanya.

Gahara menegaskan bahwa penolakan pembangunan rumah ibadah hanya dapat dibenarkan jika rumah ibadah tersebut dibangun untuk ajaran atau kepercayaan yang tidak termasuk dalam daftar agama yang diakui oleh negara.

“Kita semua tahu, ada enam agama dan satu kepercayaan lokal yang diakui negara, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, serta Hindu Kaharingan. Selama rumah ibadah dibangun untuk kepentingan umat dari agama-agama tersebut dan memenuhi aturan yang berlaku, maka tidak ada alasan untuk menolaknya,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan seluruh pihak agar tidak terpancing isu-isu yang dapat memecah belah kerukunan antarumat beragama. Penolakan semacam ini, menurut Gahara, berpotensi mencoreng nilai toleransi yang telah lama dijunjung tinggi di Bumi Habaring Hurung.

“DAD Kotim menolak dengan tegas segala bentuk intoleransi. Kami berharap semua pihak menahan diri dan menyerahkan proses penyelesaian pada jalur hukum serta musyawarah yang sesuai dengan adat dan undang-undang,” tutupnya. (ri)