Tuntut Rp450 Ribu per Meter, Warga Tunggu Kepastian Appraisal dari Pemkab Kotim

|
<p>Tampak landasan pacu Bandar Udara H. Asan Sampit pada sore hari</p>

Tampak landasan pacu Bandar Udara H. Asan Sampit pada sore hari


TINTABORNEO.COM, Sampit – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) melalui Asisten I Setda Kotim, Rihel, menggelar pertemuan bersama ahli waris lahan yang direncanakan akan dibebaskan untuk pembangunan Kantor Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara H Asan Sampit, pada Senin (24/6/2025). 

Rihel menjelaskan, proses pembebasan lahan menghadapi sejumlah dinamika, terutama karena status tanah yang merupakan warisan keluarga. 

“Kami beri kesempatan kepada ahli waris untuk merundingkan dulu secara internal. Setelah itu baru disampaikan ke pemerintah apakah mereka menerima atau menolak tawaran tersebut,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (24/6/2025). 

Masyarakat pemilik lahan mengajukan harga Rp450.000 per meter persegi, yang jika dikalkulasikan bisa mencapai lebih dari Rp4 miliar untuk lahan seluas sekitar satu hektare. Namun, Pemkab mengacu pada hasil appraisal yang telah menghitung nilai tanah berdasarkan berbagai aspek, termasuk bangunan permanen, semi permanen, serta tanaman seperti rambutan, salak, hingga sawit yang ada di lokasi.

“Total ada 14 peta bidang yang dinilai, meski di antaranya terdapat sekitar 4 hingga 5 bidang yang memiliki persoalan tumpang tindih kepemilikan,” jelas Rihel.

Ia menambahkan, sebagian lahan sudah mencapai kesepakatan dengan pemiliknya, sementara sisanya masih dalam proses mediasi keluarga.

Pemkab Kotim telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp4 miliar untuk pembebasan lahan ini. Jika nilai appraisal lebih rendah dari harga yang diminta warga, maka kekurangannya dapat diajukan dalam perubahan anggaran berikutnya. Namun, bila harga yang ditetapkan melebihi nilai appraisal, maka proses pembayaran akan menyesuaikan.

Dalam hal terdapat pihak yang menolak pembayaran, Pemkab akan menitipkan dana ganti rugi ke pengadilan. “Kalau ditolak, maka akan dititipkan ke pengadilan. Nanti pengadilan akan memutuskan layak atau tidak nilai ganti ruginya,” katanya.

Rihel juga menekankan urgensi pembebasan lahan ini mengingat lahan eksisting Kantor PKP-PK saat ini menghambat manuver pesawat besar karena berada di area Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). 

“Kalau gedung tidak dipindah, maka pesawat besar tidak bisa berputar karena sayapnya bisa menyentuh bangunan. Panjang bentang sayap bisa mencapai 36,7 meter,” ungkapnya.

Tanah yang dibebaskan nantinya akan dihibahkan kepada Kementerian Perhubungan, sebagai syarat agar dana pembangunan sebesar Rp15 miliar dari pemerintah pusat bisa segera digunakan.

“Kita hanya diberi kewenangan untuk pembebasan lahan. Setelah itu, baru diserahkan ke Kemenhub. Kalau proses ini molor, bisa-bisa dana dari pusat dibatalkan,” pungkas Rihel. (ri)