Stunting Masih Jadi PR di Pedesaan, Gizi Buruk Bukan Sekadar Masalah Makanan

|
<p>Kepala Dinkes Kotim, Umar Kaderi saat menghadiri pemberian makanan berbasis pangan lokal, di Puskesmas Bagendang, Kecamatan Mentaya Hilir Utara. </p>

Kepala Dinkes Kotim, Umar Kaderi saat menghadiri pemberian makanan berbasis pangan lokal, di Puskesmas Bagendang, Kecamatan Mentaya Hilir Utara. 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Desa-desa di wilayah utara Kotawaringin Timur (Kotim) masih dibayangi oleh masalah gizi buruk yang berdampak langsung pada tumbuh kembang anak. Salah satunya adalah Kecamatan Mentaya Hilir Utara, di mana kasus stunting masih ditemukan di sejumlah titik, termasuk Desa Bagendang Tengah dan Sumber Makmur.

Menurut Kepala Puskesmas Bagendang, Puji, stunting di wilayahnya bukan semata soal kurangnya makanan, melainkan kombinasi dari faktor sosial, pengetahuan orang tua, dan sanitasi lingkungan yang masih rendah.

“Banyak orang tua belum memahami pentingnya asupan gizi seimbang, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan anak. Kadang mereka mengira anak kenyang sudah cukup, padahal gizinya belum tentu terpenuhi,” ujarnya, Sabtu (14/6/2025).

Ia menambahkan, beberapa keluarga bahkan masih mengandalkan makanan pokok seperti nasi dan lauk seadanya, tanpa memperhatikan kebutuhan protein dan vitamin harian anak. Hal ini diperparah dengan keterbatasan akses ekonomi dan rendahnya kesadaran akan pola makan sehat.

“Masih ada balita yang hanya makan nasi dan kerupuk dalam sehari. Atau bahkan diberi teh manis sebagai pengganti susu. Ini yang jadi tantangan kami,” kata Puji.

Tak hanya itu, kondisi lingkungan juga turut memperburuk keadaan. Fasilitas sanitasi seperti jamban sehat dan air bersih masih belum merata di beberapa dusun. Lingkungan yang kotor membuat anak lebih mudah terserang diare dan infeksi, yang pada akhirnya memengaruhi penyerapan gizi.

Dinas Kesehatan Kotim sendiri mengakui bahwa upaya penurunan angka stunting tidak bisa dilakukan hanya dengan satu pendekatan. Dibutuhkan keterlibatan lintas sektor dan kesadaran kolektif masyarakat.

“Yang kami dorong saat ini adalah perubahan perilaku. Mulai dari cara memasak yang sehat, memberi makanan bergizi sejak dini, sampai menjaga kebersihan lingkungan,” kata salah satu pejabat Dinas Kesehatan Kotim.

Meski demikian, upaya peningkatan status gizi anak tetap digencarkan. Petugas puskesmas rutin mendatangi rumah-rumah warga untuk memantau tumbuh kembang balita serta memberikan edukasi langsung kepada ibu-ibu muda.

“Kami percaya, perubahan akan terjadi jika masyarakat benar-benar merasa bahwa kesehatan anak adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya petugas kesehatan,” tandasnya. (ri)