Krisis Air dan Karhutla Ancam Swasembada Pangan di Kotim

|
<p>Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam</p>

Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam


TINTABORNEO.COM, Sampit – Musim kemarau belum tiba, namun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sudah bersiap. Fokus mereka tertuju ke wilayah selatan, yang kerap menjadi titik rawan bencana berlapis, seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta krisis air bersih.

“Potensi bencana di wilayah selatan ini dobel. Selain karhutla, juga ada kekeringan yang kerap membuat warga kesulitan air bersih,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam.

Wilayah yang dimaksud meliputi Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit, hingga Pulau Hanaut. Meski berada di pesisir, kawasan ini memiliki sebaran gambut tebal yang mudah terbakar saat kemarau tiba.

“Gambut yang kering sangat rentan terbakar dan sulit dipadamkan. Banyak kejadian karhutla terjadi di lokasi yang sulit dijangkau lewat darat, jadi perlu helikopter water bombing,” jelasnya.

Tak hanya itu, wilayah selatan juga kerap dilanda kekeringan parah. Ketika kemarau, air sungai menjadi payau karena intrusi air laut, sementara sumur warga mengering. Alhasil, kebutuhan air bersih warga pun ikut terancam.

“Jaringan air bersih baru menjangkau Desa Parebok. Di atasnya, warga kesulitan air bersih karena air sungai asin dan sumur dangkal. Ini tidak bisa dikonsumsi,” ungkap Multazam.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan BMKG setempat, musim kemarau diprediksi akan mulai pertengahan Juni 2025 dan berlangsung sekitar empat bulan lebih. Meski masih ada potensi hujan, intensitas dan curahnya diperkirakan rendah.

BPBD kini memetakan desa-desa yang sudah mulai masa tanam untuk memfokuskan pemantauan dan bantuan teknis. Penanganan akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

“Ini soal sinergi. Semua pihak harus gerak bersama agar masyarakat tidak hanya siap menghadapi bencana, tapi juga tetap bisa hidup layak dan produktif meski musim kemarau panjang,” ujarnya.

Musim kemarau yang diprediksi datang lebih awal tahun ini tak hanya mengancam kebutuhan air bersih masyarakat, tapi juga menyasar sektor krusial lainnya, yakni pertanian. Khususnya di wilayah selatan yang dikenal sebagai lumbung padi daerah.

“Target kita tetap swasembada pangan. Maka kita harus siapkan sistem irigasi darurat, apakah melalui normalisasi saluran atau pompa air,” ujarMultazam. 

BPBD bersama Dinas Pertanian akan menggelar rapat koordinasi usai Iduladha mendatang untuk merumuskan langkah kedepan, termasuk menyusun rencana kontinjensi dan operasi di lapangan berbasis kajian risiko dan masa tanam petani.

Multazam menyoroti kembali pentingnya intervensi teknologi untuk menjaga ketahanan pangan. Salah satu upaya yang dianggap potensial adalah program pompanisasi, yang sebelumnya pernah ditinjau langsung oleh Presiden Joko Widodo.

“Program itu bisa jadi solusi. Intervensi teknologi perlu dilakukan supaya produksi pertanian tidak sampai turun,” tegasnya. (dk)