Bulog Serap 2.100 Ton Gabah di Kotim, UMKM Penggilingan Lokal Kembali Bangkit

|
<p>Aktivitas bongkar muat beras serapan Bulog dari petani lokal di Pelabuhan Sampit. </p>

Aktivitas bongkar muat beras serapan Bulog dari petani lokal di Pelabuhan Sampit. 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Program penyerapan gabah oleh Perum Bulog di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) membawa angin segar bagi petani dan pelaku usaha penggilingan lokal. Hingga pertengahan Juni 2025, total gabah yang sudah diserap dari petani mencapai 2.100 ton, dan jumlah ini masih terus bertambah karena masa panen belum usai.

Kepala Bulog Kantor Cabang Kotim, Muhammad Azwar Fuad, menyebut program ini bukan hanya memperkuat cadangan beras pemerintah, tapi juga membuka kembali peluang ekonomi di sektor penggilingan padi yang sebelumnya lesu.

“Dulu, gabah dari Lempuyang itu banyak diambil tengkulak dari luar daerah, seperti Banjarmasin. Penggilingan lokal tidak kebagian. Sekarang, setelah Bulog terlibat, gabah langsung digiling di tempat. UMKM penggilingan yang sempat mati suri sekarang bisa jalan lagi,” jelas Azwar.

Meski penyerapan berjalan lancar, infrastruktur pasca panen di Kotim dinilai masih belum ideal. Azwar menyoroti keterbatasan alat pengering gabah (dryer) yang menyebabkan banyak petani terpaksa menjemur secara manual. Hasilnya, kualitas gabah menjadi kurang optimal dan rawan rusak.

“Dryer kita masih sangat terbatas. Idealnya, perlu tambahan 3–4 unit dengan kapasitas 30 ton. Karena sekali panen di Lempuyang bisa tembus 5.000 ton. Itu baru satu wilayah,” ujarnya.

Jika gabah dikeringkan menggunakan dryer, lanjut Azwar, kualitasnya jauh lebih baik dan standar, karena keringnya merata. Menariknya, biaya dryer ditanggung oleh Bulog, sehingga petani tidak perlu keluar ongkos tambahan.

Azwar juga menilai kondisi ini sebagai peluang besar yang belum banyak dilirik pelaku usaha. Ia mengungkapkan, kapasitas penggilingan dan pengeringan yang tersedia saat ini masih belum sebanding dengan volume produksi panen.

“Masih banyak petani yang harus antre lama untuk giling, bahkan ada yang lebih memilih jemur di halaman karena nggak mau gabahnya rusak menunggu dryer,” katanya.

Dengan kata lain, ada potensi besar bagi investor atau pelaku usaha lokal untuk membangun usaha penggilingan atau unit pengeringan gabah modern, yang secara langsung bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian.

Azwar mengaku belum lama ini pihaknya dipanggil oleh Bupati Kotim Halikinnor untuk menyampaikan update penyerapan gabah dan tantangan di lapangan. Ia pun menjelaskan bahwa selain capaian serapan yang tinggi, infrastruktur pasca panen masih jadi kendala utama.

“Pak Bupati sangat responsif. Kami harap nanti ada dukungan dari pemerintah daerah, baik dalam bentuk program maupun dorongan ke pelaku usaha agar mau terjun ke sektor ini. Karena peluangnya nyata,” ungkap Azwar.

Dengan volume panen yang terus meningkat dan intervensi aktif dari Bulog, Azwar yakin Kotim memiliki potensi besar untuk terus tumbuh sebagai wilayah penyangga pangan. Asalkan didukung dengan penguatan pasca panen, terutama pengeringan dan penggilingan. 

“Kalau dryer dan RMP (Rice Milling Plant) bisa ditambah, bukan cuma petani yang untung. Ekonomi lokal bergerak, tenaga kerja terserap, dan kualitas beras kita juga lebih bagus,” pungkasnya. (dk)