Musim Kemarau 2025 di Prediksi Lebih Kering dan Berisiko Terhadap Pertanian dan Karhutla

|
<p>Kepala BMKG Kotim, Mulyono Leo Nardo saat diwawancarai awak media. </p>

Kepala BMKG Kotim, Mulyono Leo Nardo saat diwawancarai awak media. 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kotawaringin Timur (Kotim) memprediksi bahwa musim kemarau di Kabupaten Kotim pada 2025 diperkirakan akan lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya. 

“Berdasarkan prediksi BMKG, musim kemarau kali ini akan mulai melanda wilayah Kotim dengan jadwal berbeda di tiap kawasan,” kata Kepala BMKG Kotim, Mulyono Leo Nardo, Kamis (1/5/2025). 

Menurutnya, wilayah selatan Kotim diperkirakan akan memasuki musim kemarau pada Juni dasarian II, wilayah tengah pada Juni dasarian III, dan wilayah utara pada Juli dasarian I. 

Meskipun demikian, puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada Agustus 2025. Meski durasi kemarau tahun ini diprediksi lebih singkat, risiko kekeringan yang lebih tinggi menjadi perhatian utama.

“Potensi Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) akan lebih tinggi, karena kemarau tahun ini bersifat netral, bukan dipengaruhi oleh La Nina seperti tahun sebelumnya yang menyebabkan kemarau basah,” jelasnya. 

Untuk saat ini, wilayah Kotim masih berada dalam fase musim hujan yang diperkirakan akan berlanjut hingga Mei 2025. Memasuki akhir Mei, masyarakat dan pihak terkait akan mulai merasakan transisi cuaca menuju musim pancaroba, yaitu masa peralihan menuju musim kemarau.

Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim, Multazam, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah meningkatkan kewaspadaan terkait prediksi kemarau yang lebih ekstrem tahun ini. .

“Risiko kekeringan yang mengancam lahan pertanian perlu diwaspadai, seiring dengan upaya swasembada pangan nasional. Jika musim kemarau berlangsung terlalu panas, dapat mempengaruhi hasil pertanian, sehingga perlu ada langkah-langkah mitigasi,” kata Multazam.

Selain itu, Multazam juga menekankan pentingnya menjaga ketersediaan air untuk mendukung ketahanan pangan. Pemerintah dan masyarakat diharapkan bekerja sama agar tanaman tetap dapat tumbuh subur hingga masa panen, yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

“Tahun lalu, fokus kita lebih kepada potensi karhutla. Tahun ini, selain itu, kita juga perlu waspadai kekeringan yang dapat mengancam sektor pertanian,” tutupnya. (ri)