Ketua DK PWI Kalteng Ingatkan Setiap Daerah Selalu Berhati-hati Saat Berkontrak Dengan Media

Ketua DK PWI Kalteng, Sadagori Henoch Binti saat memberikan sosialisasi pada acara konferensi PWI Kotim, di Gedung Wanita, Rabu (14/5/2025).
TINTABORNEO.COM, Sampit – Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Sadagori Henoch Binti mengingatkan kepada pemerintah daerah maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar selalu berhati-hati dan harus teliti saat berkontrak dengan media.
Berdasarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 03 Tahun 2019 Pasal 8 menegaskan bahwa penanggung jawab redaksi, atau pimpinan redaksi wajib memiliki kompetensi Wartawan Utama. Menurutnya, apabila hal ini tidak diperhatikan, maka seseorang bisa berpotensi terjerat tindak pidana.
“Apabila ingin berkontak dengan media acuannya adalah Undang-Undang Dewan Pers. Dewan Pers mengatur pimpinan redaksi itu harus Wartawan Utama, ketika suatu daerah menggunakan uang negara dan berkontrak dengan media yang pimpinan redaksinya tidak utama, ini bisa membuat seseorang terjerat tindak pidana,” tegas Sadagori.
Hal itu disampaikannya, saat memberikan sosialisasi saat acara konferensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kotim, di Gedung Wanita Sampit, pada Rabu (14/5/2025).
Terkait masalah pidana tersebut, ia juga sudah berkoordinasi dengan para pengacara dan praktisi hukum, yang apabila ingin berkontrak maupun berkaitan dengan media itu acuannya adalah UU Dewan Pers dan peraturan Dewan Pers.
Sebagai Dewan Kehormatan, Sadagori selalu mengingatkan dan menyosialisasikan UU Dewan Pers tersebut kepada setiap daerah yang ada di Kalimantan Tengah termasuk Kabupaten Kotim salah satunya dalam hal berkontrak.
“Selain saya, Ketua PWI setiap daerah juga bisa mengingatkan Pemkab nya masing-masing terutama dalam hal berkontrak ini,” ujarnya.
Selain itu, Sadagori juga mengingatkan kepada para Wartawan yang bekerja di lapangan yang bekerja di suatu media yang pimpinan redaksinya tidak Utama itu akan membahayakan dirinya sendiri, karena produk yang dibuat otomatis dianggap bukan produk jurnalistik.
“Walaupun baiknya wartawan itu membuat berita dan narasumber jelas. Tapi tempat dia bekerja pimpinan redaksinya tidak utama, dan beritanya itu dilaporkan karena mencemarkan nama baik, maka aparat hukum bisa menjerat wartawan itu dengan pencemaran nama biak,” jelasnya.
Diharapkan dengan adanya peringatan ini, baik itu pemerintah provinsi maupun daerah untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan uang negara. (ri)