Dua Situs Bersejarah di Kotim Didorong Jadi Cagar Budaya Tingkat Atas

<p>Kepala Disbudpar Kotim, Bima Ekawardhana</p>
Kepala Disbudpar Kotim, Bima Ekawardhana
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Di tengah derasnya arus pembangunan dan modernisasi, dua bangunan tua di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tetap berdiri, menyimpan cerita masa lalu yang tak ternilai. Kini, upaya sedang dilakukan agar kedua situs itu tak sekadar menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga mendapat pengakuan sebagai cagar budaya tingkat provinsi hingga nasional.

Dua situs itu adalah Huma Betang Tumbang Gagu di Kecamatan Antang Kalang dan Rumah Tua Kai Jungkir di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang yang kini tengah diperjuangkan statusnya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kotim. Kedua bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya kabupaten dan sedang diusulkan untuk naik tingkat.

“Kami sudah menyusun sinopsis dan riwayat keduanya untuk diserahkan ke tim ahli provinsi. Targetnya, bisa segera mendapat status cagar budaya provinsi dan selanjutnya diusulkan ke tingkat nasional,” ujar Kepala Disbudpar Kotim, Bima Ekawardhana, Minggu (18/5/2025).

Huma Betang Tumbang Gagu yang dibangun pada 1870 oleh enam kepala keluarga Dayak Ngaju, merupakan simbol kehidupan komunal masyarakat adat. Sementara, Rumah Tua Kai Jungkir, yang berdiri sekitar 1946-1947, diyakini sebagai peninggalan penting dari tokoh pendiri Sampit.

Menurut Bima, pengakuan sebagai cagar budaya nasional akan memberi dampak positif, terutama dari segi perhatian dan anggaran dari pemerintah pusat. 

“Kalau sudah diakui secara nasional, upaya pelestariannya bisa lebih maksimal. Pemerintah daerah tidak lagi bekerja sendiri,” ujarnya.

Namun, kondisi fisik kedua bangunan saat ini cukup memprihatinkan. Rumah Tua Kai Jungkir mengalami kerusakan hingga 40 persen, sedangkan Huma Betang Tumbang Gagu butuh perbaikan sekitar 20 persen. Meski begitu, proses restorasi tidak bisa dilakukan sembarangan.

“Kami harus tetap menjaga nilai sejarah dan keaslian struktur. Jadi renovasi wajib dilakukan dengan berkoordinasi bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya di Palangka Raya,” tambahnya.

Bima juga mengungkapkan bahwa banyak masyarakat yang belum menyadari nilai sejarah dari bangunan-bangunan tersebut, terutama Rumah Tua Kai Jungkir yang masih minim dikenal publik. Ia berharap, jika statusnya naik, maka pengelolaan bisa ditingkatkan dan situs ini menjadi daya tarik wisata edukatif.

“Peninggalan ini adalah identitas kita. Jika tidak dirawat dan dilestarikan, kita bisa kehilangan jejak sejarah. Karena itu, kami berharap proses penetapan bisa segera rampung dan membuka peluang pelestarian yang lebih luas,” pungkasnya. (ri)