Dituding Ada Mafia Tanah di Km 6, BPN Kotim Angkat Bicara

Kantor BPN Kabupaten Kotim
TINTABORNEO.COM, Sampit – Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Mumin Haryanto, akhirnya angkat bicara menanggapi tudingan penerbitan sertifikat ganda yang menyeret institusinya. Ia membantah adanya praktik mafia tanah maupun keterlibatan oknum pejabat BPN dalam kasus tumpang tindih puluhan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Km 6, Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan MB Ketapang, Kota Sampit.
Kasus ini mencuat setelah kuasa hukum pemilik lahan (Nio Hermanto) Edward Saragih, menyebut telah menemukan 44 SHM baru yang diterbitkan di atas lahan yang sebelumnya telah bersertifikat (SHM) atas nama kliennya sejak tahun 1993 dan 1994. Edward menduga ada keterlibatan oknum kepala seksi di BPN yang diduga merekayasa penerbitan sertifikat baru tersebut.
Menanggapi hal itu, Mumin menjelaskan bahwa permasalahan ini pernah digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya pada tahun 2023, terkait penerbitan 31 sertifikat. Namun, gugatan tersebut tidak diterima, baik di tingkat pertama, banding, hingga kasasi di Mahkamah Agung.
“Setelah kasasi ditolak, pihak penggugat berencana mengajukan gugatan perdata. Namun untuk itu, mereka memerlukan data lengkap seperti nomor sertifikat dan nama pemiliknya. Mereka hanya punya 19 nama, sisanya tidak diketahui,” jelas Mumin. Rabu (21/5/2025) .
Pihak kuasa hukum lantas mengajukan permintaan data ke kantor BPN Kotim, namun karena informasi tersebut termasuk data yang dikecualikan dan menyangkut pihak ketiga, maka harus melalui prosedur ketat dan izin dari Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN. Karena itu, pihak BPN mengarahkan penggugat untuk mengakses data melalui aplikasi ‘Sentuh Tanahku’
“Karena ini data pribadi, kami tidak bisa sembarangan memberikan. Harus ada izin resmi, dan hanya aparat penegak hukum yang bisa mengakses itu, dengan prosedur tertentu,” tambahnya.
Terkait tudingan bahwa SHM milik klien Edward dikelola sejak 1993 dan 1994 namun kini sudah di kapling pribadi oleh pemukiman warga, Mumin menegaskan bahwa berdasarkan peta citra BPN, lahan tersebut saat ini sudah berdiri rumah-rumah masyarakat. Jika memang ada sertifikat lama, menurutnya seharusnya tanah tersebut diusahakan atau dimanfaatkan secara nyata sebagaimana diatur dalam ketentuan agraria.
ia menjelaskan bahwa dirinya baru 6 bulan menjabat sebagai kepala BPN Kotim, dan juga sebagian besar pegawai yang saat ini bertugas di BPN Kotim merupakan pegawai pindahan dari daerah lain. Karenanya, dugaan keterlibatan dalam penerbitan sertipikat pada periode 2015–2022 patut dipertanyakan. Mumin juga membantah keras tudingan adanya oknum kepala seksi yang mengatur penerbitan sertifikat
“Silakan dicek, teman-teman kasi di sini saat itu mungkin belum bertugas di Kotim. Semua surat resmi dibalas dan ditandatangani langsung oleh saya. Tidak ada kasi yang berwenang membalas surat atas nama pimpinan. Kalau ada tudingan seperti itu, silakan dicek siapa kasi-nya. Jadi, tudingan itu sangat tidak berdasar,” tegas Mumin
“Dalam peraturan perundang-undangan, pemegang hak wajib memasang dan memelihara patok tanda batasnya serta memanfaatkan tanahnya untuk menghindari terjadinya sengketa pertanahan,” tutupnya.
Mumin menegaskan pihaknya terbuka terhadap proses hukum dan siap memberikan klarifikasi sesuai aturan. Ia juga meminta semua pihak menempuh jalur yang benar dalam menyelesaikan persoalan hukum pertanahan agar tidak menciptakan kegaduhan dan kecurigaan publik. (li)