BMKG Prediksi Kemarau Lebih Kering, DPRD Kotim Desak Antisipasi Dini Karhutla

|
<p>Anggota Komisi III DPRD Kotim, SP Lumban Gaol. </p>

Anggota Komisi III DPRD Kotim, SP Lumban Gaol. 


TINTABORNEO.COM, Sampit – Anggota Komisi III DPRD Kotawaringin (Kotim), SP Lumban Gaol menekankan pentingnya kesiapsiagaan semua pihak, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan instansi teknis lainnya, dalam menghadapi potensi bencana.

Hal itu disampaikan Sanggul, karena wilayah di Kabupaten Kotim diprediksi akan musim kemarau lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya. Yang memicu kekhawatiran akan meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 

“Kami mendorong BPBD untuk segera mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk skenario terburuk, agar bencana karhutla seperti sebelumnya tidak terulang,” ujar Gaol, Rabu (7/5/2025).

Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kotim musim kemarau tahun ini memang diprediksi lebih pendek dibandingkan tahun 2024. Namun, intensitas kekeringan justru akan lebih tinggi. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada meningkatnya potensi karhutla serta mengancam ketahanan lahan pertanian.

Gaol menyebut, dalam beberapa hari terakhir, suhu udara di Kotim menunjukkan peningkatan yang signifikan dan sempat mencapai 37 derajat Celsius. Sementara curah hujan hanya berupa gerimis yang turun secara sporadis di beberapa wilayah.

“Kondisi tersebut menyebabkan vegetasi dan rumput kering lebih cepat, sehingga memperbesar risiko terjadinya kebakaran,” ucapnya.

Ia pun menegaskan bahwa kesiapan alat dan sarana penanganan kebakaran harus menjadi prioritas sejak dini. “Jangan sampai peralatan pemadam baru disiapkan saat kebakaran sudah terjadi,” katanya.

Selain itu, ia meminta agar pemerintah dan instansi terkait rutin menyampaikan imbauan kepada masyarakat untuk menahan diri dari membuka lahan dengan cara dibakar, meski dalam skala kecil.

Gaol menyadari bahwa pemerintah provinsi memperbolehkan pembukaan lahan terbatas dengan pembakaran, asalkan dengan pengawasan ketat. Namun, ia tetap berharap metode tersebut tidak dijadikan pilihan utama.

“Lebih baik kita menghindari potensi bahaya sejak awal. Imbauan harus disampaikan secara luas oleh seluruh elemen pemerintahan, mulai dari tingkat RT, RW, desa, kecamatan, hingga kepolisian dan OPD terkait,” tandasnya. (ri)