Asal-Usul dan Penetapan Cagar Budaya Dua Rumah Bersejarah di Kotim

<p>Dua bangunan sejarah yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya, Betang Tumbang Gagu (atas) dan Rumah Kai Jungkir (bawah). </p>
Dua bangunan sejarah yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya, Betang Tumbang Gagu (atas) dan Rumah Kai Jungkir (bawah).
Bagikan

TINTABORNEO.COM, Sampit – Dua bangunan bersejarah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) resmi ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada tahun 2023. Penetapan ini merupakan hasil dari proses panjang sejak usulan awal yang diajukan pada tahun 2022.

Kepala Disbudpar Kotim, Bima Eka Wardana melalui Kepala Bidang Sejarah, Cagar Budaya dan Permuseuman, Masnah, menjelaskan bahwa pada 2022, pihaknya telah mengusulkan sepuluh objek yang diduga sebagai cagar budaya ke tingkat provinsi. Namun, hanya empat objek yang dinyatakan lolos seleksi awal untuk diverifikasi lebih lanjut oleh tim ahli. 

“Empat objek yang lolos itu adalah Rumah Tua Kai Jungkir, Rumah Betang Tumbang Gagu, serta dua rumah tradisional yang terletak di wilayah Keruing, Kecamatan Cempaga Hulu,” ungkap Masnah, Minggu (25/5/2025). 

Lanjutnya, tim verifikasi dari provinsi kemudian melakukan verifikasi lapangan (verval) pada empat objek tersebut. Proses ini merupakan bagian dari tahapan sebelum dilaksanakannya sidang penetapan oleh tim ahli cagar budaya, yang digelar di salah satu hotel di Sampit pada tahun 2023.

Hasil sidang menetapkan bahwa hanya dua dari empat objek tersebut yang memenuhi seluruh persyaratan untuk ditetapkan sebagai cagar budaya, yaitu Rumah Tua Kai Jungkir dan Rumah Betang Tumbang Gagu. Kedua bangunan ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, dengan usia lebih dari 100 tahun jauh melampaui batas minimal usia 50 tahun yang disyaratkan untuk menjadi cagar budaya.

“Rumah Kai Jungkir masih terletak didalam kota yakni di Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang. Sedangkan Rumah Betang Tumbang Gagu ini letak sangat jauh dari kota yakni di Desa Tumbang Gagu, Kecamatan Antang, kurang lebih 6 jam perjalanan jika ingin kesana,” ungkapnya. 

Setelah penetapan oleh pihak provinsi, Disbudpae Kotim kemudian mengajukan permohonan kepada Bupati untuk menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan di tingkat kabupaten. SK Bupati pun akhirnya terbit pada tahun yang sama, menjadikan kedua rumah tersebut sebagai cagar budaya resmi Kabupaten Kotim.

“Proses ini panjang, tetapi penting untuk menjaga warisan budaya kita. Dengan status cagar budaya, bangunan-bangunan ini akan lebih terlindungi dan dapat menjadi bagian dari identitas sejarah daerah,” ujarnya.

Saat ini, pihak Disbudpar Kotim masih mempersiapkan kelengkapan berkas untuk mengajukan peningkatan status kedua cagar budaya tersebut ke tingkat provinsi, dan bahkan tidak menutup kemungkinan untuk diusulkan menjadi cagar budaya nasional. 

“Proses tersebut memerlukan verifikasi ulang dan sidang tambahan oleh tim ahli, serta pemenuhan berbagai persyaratan administratif yang saat ini masih dilengkapi,” tandasnya. (ri)